All

Foto: Ino,O.Carm

Misteri kontur intonasi suara dan fungsi kontrol bawah sadar manusia | Dokumen pribadi oleh Ino

Artikel ini ditulis oleh Kristina Agnes Mukin, seorang ibu rumah tangga asal Maumere tinggal dan bekerja di Jakarta. Kristina adalah pegiat media sosial yang kreatif. Pemilik website: kupasperistiwa.com ini memiliki channel Youtube dengan nama Agnes KUPER. Mau tahu lebih dalam lagi siapa Kristina Agnes Mukin. Anda bisa mengunjungi situs web dan youtubenya.

Artikel ini merupakan cetusan suara dari keheningan di tengah krisis Covid-19 di Eropa di satu sisi dan ketika membaca media asing menulis berita tentang kepulangan "Hassprediger." "Trio bersaudara meredam kegaduhan Jakarta" hanya untuk mengungkapkan apresiasi saya atas pilihan dari Denny Siregar, Ade Armando dan Eko Kuntadhi yang berjuang mencerdaskan bangsa Indonesia tanpa menuntut bayaran dari pemerintah. Mereka adalah orang bebas yang bekerja karena cinta akan kebenaran, keadilan, keutuhan dan terjaminnya pluralitas kita Indonesia.

Tulisan ini merupakan sebuah percikan refleksi kecil yang muncul setelah mengikuti Retreat dan Konvensi di Mageria pada 8-13 November 2020. Tentu tulisan ini berangkat dari pergulatan antara kekhawitiran di satu sisi dan percaya di sisi lain. Meskipun demikian, percaya pada karya dan kuasa Allah yang mengubah menjadi lebih baik, jauh lebih kuat dari kecemasan karena perhitungan dan rasionalitas manusia.

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan kemarin dengan tema: Persaudaraan yang interkultural. Refleksi yang disoroti dalam tulisan ini merupakan aspek-aspek mendasar yang disoroti oleh P. Dr. Lukas Djua, SVD. Gagasan-gagasan ini sangat penting tidak hanya bagi para Karmelit, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami spiritualitas nabi Elia dan Bunda Maria dalam konteks hidup persaudaraan yang interkultural dewasa ini.

Tulisan ini adalah Impuls dari refleksi bersama yang diberikan oleh P. Dr. Lukas Djua, SVD bagi para Karmelit Komisariat Karmel Indonesia Timur di Mageria pada Senin, 9 November 2020.

Tulisan ini merupakan sebuah refleksi yang berakar pada Spiritualitas Karmel dengan dasar Biblis, secara khusus menyoroti aspek Spiritualitas Persaudaraan. Dunia membutuhkan Spiritualitas Persaudaraan. Mengapa dan atas dasar apa tema persaudaraan menjadi sangat penting saat ini?

Tulisan ini untuk mengenang karya misi dan pelayanan Romo Kuttschruiter, seorang misionaris Belanda di Provinsi Karmel Indonesia. Ia bermisi sampai akhir hidupnya.

Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang bisa dikatakan tentang Maria sebagai Ibu Juruselamat. Referensi utama yang dipakai adalah tulisan dari bukunya Leo Kardinal Scheffczyk tentang Maria Mutter und Gefährtin.

Tulisan ini berasal dari pengalaman ketika berada di Israel. Pada Desember 2019 lalu saya memperoleh kesempatan istimewa mengunjungi gunung Karmel di Israel sambil mendampingi rombongan kecil berjumlah 9 orang, yang semuanya tinggal di Frankfurt dan kota sekitarnya. Perjalanan itu sangat berkesan. Saya tidak membayangkan bahwa suatu waktu saya bisa sampai di tanah bangsa terjanji itu. Karena itu, memasuki tanah terjanji itu, bagi saya sungguh merupakan suatu berkat luar biasa. Rasa syukur dan bahagia tidak terhingga, mungkin itu menjadi ekspresi yang paling tepat saat ini. Pengalaman istimewa itu ternyata tidak bisa direnungkan sekaligus dalam waktu bersamaan. Saya belajar mengambil waktu sedikit lebih jauh dari ketika saya berada di sana untuk melihat dan merefleksikan kembali saat-saat dan tempat-tempat bersejarah itu.

Gamabar ini sebagai ilustrasi berada di pinggir jalan

Tulisan ini merupakan suatu usaha untuk membaca Ensiklik Paus Fransiskus yang dikeluarkan di tengah situasi pengungsian dan krisis Covid-19. Ensiklik "Fratelli tutti" memberikan cara pandang baru yang menggerakan solidaritas atas dasar persaudaraan universal. Mengapa kita perlu memperhatikan saudara dan saudari kita yang dalam kesulitan karena berbagai macam situasi? Bagaimana kita menerapkan solidarritas persaudaraan itu dalam situasi konkret hidup kita?