4 min dibaca
Bukan Menara Babel tetapi Polyhedron: Implikasi Ensiklik Fratelli tutti terhadap Perspektif Persaudaraan

Pengantar

Tulisan ini bertujuan untuk merefleksikan aspek-aspek penting yang terkandung dalam Ensiklik „Fratelli tutti“, Ensiklik terbaru Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada 3 Oktober 2020 lalu. Ensiklik yang kaya dengan nilai teologis dan pesan pastoral itu memiliki delapan bab dengan tema umumnya tentang persaudaraan yang mencakup dalam konteks persaudaraan antar agama. Latar belakang pengungsian karena perang di Afganistan, Turki, Iran dan beberapa negara lainnya telah menjadi sorotan perspektif penting di dalam Ensiklik ini. Karena itu, Ensiklik ini semestinya menjadi bacaan pilihan kita dalam setiap pertemuan komunitas atau di tempat pastoral.

Tulisan ini lebih berfokus pada Bab IV dengan tema „Hati yang terbuka untuk dunia.“ Beberapa aspek yang bisa direfleksikan lebih lanjut antara lain:

1. Perspektif baru

Ensiklik Fratelli tutti menyebut „Perspektif baru“ pada kalimat pengantar Ft, No. 128 pada awal bab IV. Perspektif baru yang dimaksudkan adalah terkait dengan cara pandang tentang manusia. Atau siapakah manusia itu? Ensiklik menegaskan hal yang penting ini dalam terjemahan pribadi saya: „Kita sebagai manusia adalah saudara dan saudari.“ Perspektif seperti ini tidak merupakan suatu konsep yang berhenti secara abstrak, tetapi harus menjadi nyata di dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk menerapkan perspektif baru di atas lebih-lebih terkait konteks imigran merupakan tantangan yang tidak mudah. Ensiklik Fratelli tutti menyebut empat kata kerja penting yaitu menerima, melindungi, mendorong, dan mengintegrasikan. Tentu empat kata kerja inilah yang memungkinkan perspektif baru tentang manusia menjadi konkret. Formulasi yang penting dari Ensiklik ini adalah „mempertahankan identitas budaya dan agama masing-masing, tetapi terbuka untuk perbedaan dan memahaminya untuk menghargai mereka dalam semangat persaudaraan manusia.“ (bdk. Ft, No. 129).

Ensiklik Fratelli tutti bahkan menyebut beberapa konsekuensi yang mesti dihadapi terkait situasi para pengungsi seperti memberikan kebebasan bergerak dan kesempatan untuk bekerja, anak di bawah umur harus diberi perlindungan dan akses pendidikan, hak asuh sementara dan program perumahan juga penting bagi mereka, kebebasan beragama harus dijamin; bahkan mempromosikan integrasi sosial. Tentu hal seperti ini belum terlalu menjadi sorotan di negara kita atau bisa saja ditafsirkan ke dalam konteks kemiskinan dan anak-anak yang tidak bisa dibiayai orang tua mereka. Dua hal menarik yang ditekankan juga oleh Ensiklik ini adalah pertama menghindari istilah yang mengisolasi orang lain: minoritas, dll. Kedua, perlunya program yang berbasis Solidaritas. (bdk. Ft, No. 130-132)

2. Cara pandang holistik

Aspek mendasar yang bisa diangkat ke permukaan dan selanjutnya bisa direfleksikan lebih jauh lagi adalah cara pandang yang holistik. Gagasan dasar Ensiklik adalah „Berjumpa dengan orang lain itu bisa memperkaya cara pandang kita“ (bdk. Ft, No.133). Perlu mengembangkan cara pandang yang berciri holistik (cara pandang yang tidak melihat manusia biologi dan manusia sosio-budaya secara terpisah, tetapi sebagai satu kesatuan fenomena bio-sosial.

2.1 Dialog yang sabar

Cara pandang yang berciri holistik mesti dimulai dengan dialog yang sabar. Bagaimana Ensiklik memahami dialog yang sabar sebagai satu ekspresi dari cara pandang yang holistik, antara lain: Jika Anda menyambut orang lain dengan hangat, hal itu memungkinkannya untuk terus menjadi dirinya sendiri dan berkembang pada saat yang sama. Karena itu, perlu bahwa kita berbicara satu sama lain, menemukan kekayaan satu sama lain, menyoroti apa yang mengikat kita bersama, melihat perbedaan sebagai cara untuk bertumbuh dalam menghormati semua, dan dapat menanamkan nilai-nilai budaya mereka sendiri dan menyerap kebaikan yang datang dari pengalaman orang lain. (Ft, No. 134).

2.2 Orang lain sebagai berkat, kekayaan dan anugerah baru

Ensiklik mengangkat konteks global tentang hubungan antara budaya Barat dan Timur. Hubungan yang terbuka kepada yang lain atas keyakinan bahwa Timur dan Barat saling membutuhkan, agar dapat saling bertukar dan berdialog antar budaya.

Kesadaran yang perlu adalah bahwa kita hanya akan mengatasi masalah waktu kita bersama atau tidak sama sekali. Ensiklik ini meyakinkan Gereja bahwa „orang lain sebagai berkat, kekayaan dan anugerah baru yang bisa memotivasi kita dan orang lain lagi untuk berkembang.“ Ensiklik menaruh harapan bahwa tugas kita adalah mempromosikan dan mengarahkan kerjasama internasional (yang luas dan terbuka) menuju pembangunan yang berbasiskan solidaritas semua orang. (bdk. Ft, No. 138)

2.3 Menerima tanpa mengharapkan untuk mendapatkan sesuatu. (bdk. Ft, No. 139)

Ensiklik ini menggarisbawahi tentang „Persaudaraan yang altruis“ (bdk. Ft, No. 140) dengan tiga dasar biblis: Pertama, tetapi Tuhan memberikan secara cuma-cuma, dan bahkan lebih jauh lagi bahkan Dia membantu mereka yang tidak setia dan „menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang tidak benar“ (bdk. Mat 5:45). Kedua, „ketika kamu memberi sedekah, biarlah tangan kirimu tidak tahu apa yang dilakukan tangan kananmu, agar sedekahmu tetap tersembunyi“ (bdk. Mat 6: 3-4). Ketiga, „kamu menerima dengan cuma-cuma, kamu harus memberi dengan cuma-cuma“ (bdk. Mat 10: 8).

Ensiklik juga memberi peringatan penting terkait gagasan persaudaraan yang altruis: Mereka yang tidak mempraktekkan persaudaraan yang altruis membuat seluruh keberadaan mereka menjadi urusan yang sulit. Karena itu, perlu bahwa kita melawan pandangan naif: bahwa mereka akan hidup lebih aman jika mereka mengisolasi diri dari orang lain. (bdk. Ft, No. 141).

3. Persaudaraan universal dan persahabatan sosial

Ensiklik menegaskan hal ini: Persaudaraan universal dan persahabatan sosial adalah dua kutub yang tidak terpisahkan dan sama pentingnya dalam setiap masyarakat. Kita harus melihat global, yang membebaskan kita dari provinsialisme kontemplatif. Dimensi lokal harus dekat dengan hati kita, karena ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki dunia: ia adalah ragi, ia memperkaya, ia menggerakkan langkah-langkah tambahan. (bdk. Ft, No. 142)

Ensiklik ini membahas tentang bagaimana hubungan antara lokal dan universal. Tentang rasa lokal, tertulis dalam Ensiklik Fratelli tutti: „Anda hanya dapat menerima orang lain dan mengakui kontribusi khusus mereka jika Anda terhubung erat dengan orang-orang Anda sendiri dan budaya mereka.“ Perspektif yang kuat dari Ensiklik ini adalah bahwa „saya memelihara dan merawat sesuatu yang saya miliki agar itu untuk kebaikan semua.“ (bdk. Ft, No. 143) Kebaikan semua selalu menjadi tujuan yang sangat penting. Karena itu, Ensiklik ini berbicara juga tentang dialog yang sehat dengan menggarisbawahi beberapa aspek penting ini:

Pengalaman hidup di tempat dan budaya tertentu merupakan dasar yang memungkinkan untuk memahami aspek-aspek realitas yang tidak dapat dengan mudah dipahami oleh mereka yang tidak memiliki pengalaman tersebut.  (bdk.Ft, No.144)

Tidak boleh membangun menara Babel: dari kesombongan dan ambisi manusia, untuk menciptakan jenis persatuan yang berbeda dari yang dimaksudkan Allah bagi bangsa-bangsa (lih. Kej 11: 1-9). Kberagaman itu yang dikehendaki Allah. (bdk.Ft, No.144)

Kita harus selalu membuka lebar mata untuk melihat kebaikan yang lebih besar yang menguntungkan kita semua. Namun, ini tidak boleh bersifat pelarian. Dan karena itu Ensiklik menyebut gagasan tentang Polyhedron (Polyeder) di mana setiap bagian dihormati dalam nilainya dan pada saat yang sama yang keseluruhan lebih dari sekedar bagian, dan [...] juga lebih dari sekedar jumlah. (bdk. Ft, No. 145) 

Gambar Polyhedron:

4. Narsisme lokal (bdk. Ft, No. 146)

Ensiklik ini menamai fenomena dunia dan manusia di tengah kemajuan teknologi dengan sebutan „Narsisme Lokal. Saya mengutip bagian ini:

„Anda tidak dapat berpikir secara lokal dengan cara yang sehat tanpa keterbukaan yang tulus dan sepenuh hati terhadap yang universal, tanpa dipertanyakan oleh apa yang terjadi di tempat lain, tanpa diperkaya oleh budaya lain atau berurusan dengan kebutuhan orang lain. Akibatnya: Dia tidak dapat melihat banyak kemungkinan dan semua keindahan di seluruh dunia, dan dia tidak memiliki solidaritas yang otentik dan murah hati. Tanpa hubungan dan konfrontasi dengan mereka yang berbeda, sulit untuk memperoleh pengetahuan yang jelas dan lengkap tentang diri. Pengalaman yang dibuat di satu tempat hanya dapat berkembang lebih jauh “berbeda dengan” dan “sesuai dengan” pengalaman orang lain yang hidup dalam konteks budaya lain.“

5. Sintesis baru (bdk. Ft, No. 148)

Isilah sintesis baru disebut dalam Ensiklik Fratelli tutti terkait keragaman budaya dan perjumpaan dengan budaya lain. Budaya hidup yang memperkaya dirinya sendiri dengan unsur-unsur baru yang berasal dari luar negeri tidak akan pernah hanya menyalin atau mengulanginya, tetapi akan menjadikan yang baru itu miliknya dengan caranya sendiri. Dunia tumbuh dan dipenuhi dengan keindahan baru melampaui perampasan budaya apa pun karena semakin banyak sintesis budaya yang berbeda.

Gagasan ini menanamkan sikap optimistis terkait pluralitas yang ada terutama budaya yang memperkaya hidup dan menghasilkan keindahan baru. Ensiklik dalam hal ini melawan eksklusifitas budaya dan menanamkan sikap inklusivitas. „Setiap kelompok orang adalah bagian dari jaringan komunitas universal dan menemukan keindahannya sendiri di sana.“ (bdk. Ft, No. 149).

Kalau kita sekali lagi bertanya siapakah manusia? Ensiklik ini memberi jawaban dengan mengutip Georg Simmel dalam bukunya tentang Jembatan dan Pintu, Brücke und Tür, seperti ini: „manusia adalah makhluk perbatasan yang tidak memiliki batas“ (der Mensch ist das Grenzwesen, das keine Grenze hat). Gagasan yang penting di sini adalah „mengharuskan kita dengan senang hati menerima bahwa tidak ada orang, budaya, atau orang yang bisa mandiri. Yang lainnya secara konstitutif diperlukan untuk membangun kehidupan yang memuaskan.“ Dan karena itu dibutuhkan dua hal, yakni pertama, keterbukaan yang tepat dan tulus: harus disertai dengan proses pendidikan yang mempromosikan nilai lingkungan yang bersahabat, yang merupakan latihan penting pertama dalam mencapai integrasi universal yang sehat. Kedua, ketetanggaan: setiap orang secara spontan merasa wajib untuk mendampingi dan membantu tetangga mereka. (bdk. Ft, No. 150).

Penutup

Demikian beberapa poin yang bisa direfleksikan dari Ensiklik „Fratelli tutti“ khususnya dalam Bab IV. Ensiklik ini begitu kaya dengan pesan teologi dan pastoral. Tentu saja masih ada banyak hal yang belum dibaca, direfleksikan dan dilihat implikasinya bagi kehidupan manusia saat ini. Semuanya belum terlambat untuk membuka hati dan belajar membaca perspektif baru yang ditawarkan Ensiklik ini.

Pada akhirnya bisa diformulasikan pesan Ensiklik dalam bab IV ini sebagai berikut: „bukan membangun menara Babel, tetapi belajarlah menghormati setiap bagian dalam nilainya dan pada saat yang sama yang keseluruhan lebih dari sekedar bagian, dan [...] juga lebih dari sekedar jumlah (Polyhedron), berakar pada yang lokal, namun terarah kepada yang universal, tanpa menjadi eksklusif, melainkan setia dan murah hati dalam semangat persaudaraan yang inklusif dan altruistis.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.