2 min dibaca
04 May
04May

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Perjumpaan adalah pengalaman yang membahagiakan apalagi dirindukan sebelumnya. Ada sukacita dan berbagi kasih dalam cara dan ekspresi. Inilah yang menjadikan perpisahan itu selalu dihindari, berat dan melukai. Senang berjumpa namun sedih jika ada perpisahan. 

Sering terdengar ungkapan, bukan perpisahan yang kutangisi namun perjumpaan yang kusesali. Ada pilihan lebih baik berpisah supaya ada rindu untuk berjumpa lagi. Dalam jumpa rasa diikat, dan dalam pisah rasa seolah dilepas sehingga pada waktunya datang rindu.

Rindu itu terungkap dalam kata, kisah dan kenangan. Dengan rindu segala kenangan yang pernah terlukis, diungkap lagi. Hidup adalah sebuah cerita yang tak pernah berakhir. Entah apapun ceritanya, ia akan dikenang pada waktunya saat perpisahan tak bisa terhindarkan. Rasa kehilangan mendatangkan duka, namun duka bukan akhir dari sebuah rasa. 

Seorang sahabatku, menulis kisah perjumpaan dan mengenangnya dalam beberapa postingan, tepat di hari kematian mantan kekasihnya. Ia bercerita tentang bagaimana mereka saling mengasihi, saling memahami dan berkomitmen untuk membangun rumah tangga. 

Rencana demi rencana disepakati, namun akhirnya ditinggal pergi bersama orang lain. Dia menulis, “konon menanti jodoh itu, bagai duduk di Sushi bar. Udah tau, mau yang mana. Dari jauh udah kelihatan. Udah siap-siap dan mau menyambut….tau-taunya diambil orang.”

Dia merasa terluka dan menyesali arti sebuah perjumpaan. Ia trauma dengan kata “I love you” dan membenci kata-kata romantis itu. Ia menyukai kata “aku membencimu” dan tidak membuka hati pada setiap orang yang ingin menjalin relasi dengannya. 

Tempat-tempat yang pernah menjadi kenangan sebuah perjumpaan, tak ingin diingat lagi. Baginya, perjumpaan itu hanya mendatangkan luka. Lebih baik tak ada perjumpaan saat itu sehingga tidak ada luka saat ini. Dia yang pernah dikasihi kini berubah jadi musuh yang patut dihindari dan dibenci. 

Kekasih berubah jadi mantan. Cinta yang tulus kini menjadi cinta yang melukai dan mendatangkan dusta. Segalanya berubah dalam waktu. Namun satu prinsipnya, walaupun cinta itu membawa luka, namun cinta itu bukan duka.

Ini yang membangkitkan hasratnya lagi untuk bangkit dan mengubah duka. Ditinggalkan itu menyakitkan, tetapi bukan berarti harus sakit sepanjang hidup. 

Sakit harus terjadi supaya, ada upaya untuk mencari kesembuhan. Jika pada saatnya kehilangan kekasih, sosok pelindung, itu bukan berarti tidak ada lagi yang jauh lebih baik lagi.  “move on”. Bangkit dari keterpurukan dengan cara mencintai secara baru. Ia menyadari telah kehilangan sosok pribadi, namun ia tak pernah kekurangan cinta secara baru.   

Berita tentang kematian mantan kekasihnya kini menyisakan penyesalan. Kata-kata penyesalan muncul di setiap postingan di media sosial. Kata tak bisa mengubah kematian. Kata hanya menggambarkan sebuah rasa akan kematian. Kematian sudah terjadi.

Mungkin dengan ungkapan kata bisa menyembuhkan luka penyesalan namun tak mengubah keadaan. Ia pergi selamanya dan tak akan datang lagi untuk mendapat maaf. Kata maaf mungkin terbaca dan terlihat bagi yang membaca postingan itu. Maaf akan terucap pada pusaran makamnya. Tak ada yang tertinggal lagi selain penyesalan dan kenangan di seputar cerita tentang kematian.

Ia menangis bukan karena kematian melainkan karena kata penyesalan dan maaf tak sempat terucap. Raga kaku kini terbaring, tak melihat dan mendengar setiap ucapan maaf dari bibir itu. Semua berakhir dalam cerita dan kenangan yang tak mampu kembali lagi. Semua tinggal kata, terlambat mengubah hati orang yang telah pergi.

Begitu membaca setiap postingan, tertarik untuk menanggapinya. Bukan untuk mencampuri urusannya namun ingin sedikit menghiburnya. Dalam keyakinanku, kata bisa menghiburnya, walau kekuatannya tak seberapa. Pada setiap tulisannya muncul komentarku demikian. 

Sobat... “Jika sudah mantap, menikahlah. Jika sudah mantan, tinggalkanlah. Lanjut lagi ku menulis. Menikah dan meninggalkan bukan cara terbaik melupakan seorang kekasih. Mendoakannya adalah cara bermutu untuk kembali mengasihinya secara baru. 

Mari kita mendoakannya agar ia mendapat cinta utuh di dalam Rumah Bapa” katakanlah,  aku mengasihimu dalam doaku. Mungkin saat hidup, ia tak pernah mendapat keutuhan cinta dari orang-orang yang hidup dan mengenalnya. Kini saatnya ia mendapatkan segalanya dalam DIA sumber cinta. 

Dengan ini maka, tak ada kata penyesalan bila ada perjumpaan, begitu juga tak ada luka membekas jika saatnya kita berpisah.
 

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.