2 min dibaca
07 Oct
07Oct

Suara Keheningan | RP. Yancen Wullo, O.Carm

Beberapa pucuk surat masih tersimpan dalam dokumen pribadiku. Tentang siapa pengirimnya dan apa isinya cukuplah menjadi sebuah kenangan yang tak mudah kulupakan. 

Ketika kuingat mereka, cepat-cepat membuka lembaran demi lembaran dan menyelami satu persatu arti setiap kata yang pernah ditulis. Beberapa dari mereka telah pergi entah ke mana, namun suratnya tersimpan rapi dan kata-katanya selalu melekat dalam memori ingatanku.

Surat adalah tanda mata. Segala ungkapan rasa tertuang di sana. Tangisan sekalipun bisa dilukis dalam rangkaian kata dan simbol. Jika ingin tahu apa maksud dan isi perasaan seseorang, maka bacalah suratnya. Maka moment menulis surat adalah bagian dari kisah hidup yang indah. Menunggu balasan adalah sebuah penantian bagai mendung menanti hujan, dan mendapat balasan adalah sukacita yang tak ternilai.

Semua kisah tak mudah dilupakan, selalu hidup dalam kata dan kenangan. Tak begitu cepat dihapus oleh waktu sebab surat adalah bagian dari sejarah waktu dan peristiwa. 

Selain isi surat yang penuh dengan kata-kata indah, kertasnya juga berkualitas dan tak muda sobek. Tujuannya setelah dibaca, disimpan dan pada waktu-waktu tertentu dibaca kembali sehingga tak cepat melupakan isi dan siapa pengirimnya.

Menulis surat di atas kertas berarti memahat kata dalam sebuah rasa. Melakukan hal yang tepat dengan cara yang bijak. Dengan demikian rasa tersalur dan orang yang membaca pun mengerti dan tahu apa yang mesti dilakukan secara benar. Hakikat sebuah surat adalah pesannya sampai kepada pembaca, dimengerti dan ditindaklanjuti dalam aksi.

Kata tak bisa diam dalam aksi. Demikian rasa akan mati saat mulut tak dapat berkata tentangnya. Kisah terungkap dalam kata dan pesan akan mati saat tak tahu ke mana harus diungkapkan. Demikian dinamika menulis surat pada kertas agar maksud hati terungkap dan  selalu ada rasa saat kata itu kembali dibaca dan kenangan tak mati dalam waktu.

Apa artinya jika semua rasa tak dimengerti dan setiap kata tak mampu dibaca. Kita menabur rasa dalam kata namun tak tahu ke mana kata dan rasa itu berlabuh. Rasanya terlalu sulit saat semua perjuangan itu dirasa tak berguna sedikitpun seperti saatnya kita menulis surat di atas air. Tak berguna dan membekas kepada siapapun. 

Segala yang dilakukan bukan sebuah kesia-siaan saat rasa melibatkan hati. Kenangan hidup terletak pada berapa banyak orang tahu katamu, mengerti rasamu dan menghadirkan kenangan baik saat engkau tak  ada lagi bersama mereka.

Hidup butuh wadas untuk memahat kata dan rasa kita. Kerasnya dunia dan manusia tak menjadikanmu patah semangat untuk terus memahat semua kebaikan itu dalam tetes keringat perjuangan. Kapan dan dimanapun serta kepada siapapun semua kenangan itu akhirnya hadir tak perlu dipikirkan asal engkau pernah menulisnya bukan di atas air. Dengan demikian sekalipun badai dan arus saman datang, ia tak menghapus kenangan itu.

Jika kelak ada yang memindahkan wadas kenangan itu bukan pada tempatnya, maka berpikirlah semakin banyak orang akan membaca dan mengenangmu. Namun jika tidak maka bersyukurlah beberapa orang pernah membacanya dan mereka akan membawa kisahmu kepada generasinya sebagai bagian sejarah yang terus hidup dalam waktu.  

Tulislah surat hidupmu di atas kerasnya dunia agar dunia tahu engkau ada dan bertahan dalam badai. Dan jangan menulisnya pada air sebab engkau tak akan meninggalkan sedikit kenangan. Semua orang tak tahu apa yang ada di benakmu. Mereka tak bisa menebak rasamu apalagi membaca kisahmu sebab engkau telah menaburkan sebuah kesia-siaan hidup.  

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.