2 min dibaca
15 Jun
15Jun

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Tentang cinta tak habis dalam diskusi. Ia bukan pendapat atau sekedar teori. Cinta bukan juga sekedar keinginan, pikiran ataupun perasaan.  Namun sesungguhnya cinta adalah sebuah keterampilan yang dihidupi. Bicara tentang cinta, berarti kita bicara tentang bagaimana hidup yang sesungguhnya. 

Dengan demikian cinta bukan sebuah cita-cita penuh pengharapan. Sehingga dalam mencintai bukan hasil yang ingin dicapai, melainkan proses yang harus dilalui. Proses mencintai adalah sebuah keterampilan mengolah hidup.

Harapan dari sebuah cinta adalah penghargaan sehingga tak ada luka. Ia menuntut balasan ataupun tanggapan sehingga cinta itu tak bertepuk sebelah tangan. Harapan yang paling kuat adalah semoga orang yang dicintai merasakan ketulusan, kemurniaan hati dan kesediaan untuk berkorban. Cinta identik dengan pengorbanan.

Satu hal yang selalu dihindari adalah jangan ada luka saat orang sedang jatuh cinta. Maka, segala cara bisa dilakukan untuk merawatnya, menyenangkan pasangan, memberi hadiah-hadiah istimewa, sehingga terasa awet dan bertahan selamanya. Besarnya rasa cinta, sebanding besarnya cara menghindari luka. Maka ketika orang saling mencintai, ruang dan waktu hanyalah sebuah angka belaka.

Manisnya cinta diukur dari manisnya kata-kata yang terucap, rayuan maut dan gombal, serta romantisnya tata gerak tubuh. Kiriman bunga-bunga, serta puisi yang mengalun, meluluhlantakkan hati serta perasaan yang dicintai. Kekuatan  cinta bisa diukur dari seni menggunakan kata, dan pandainya mengambil hati dengan cara yang romantis.  Jika tak ada salah paham, semua berjalan baik dan bisa-biasa saja. Relasi cinta semakin dahsyat dan awet. 

Cinta lahir bukan untuk disakiti, dilukai dan dikecewakan. Harapannya demikian. Namun kenyatan cinta tak bisa terhindar dari kenyataan ini. Ketika cinta menuntut pertanggungjawaban, di situ ia melibatkan dua atau lebih orang yang memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda. Masing-masing masing pribadi dengan cara pikir, pola hidup dan karakter yang tak sama. Di sini cinta di uji kematangannya.

Cinta sejati diuji oleh peristiwa dan orang yang menabur hal-hal yang bertentangan dengan cinta. Tak bisa dihindari dari perbedaan ini, timbul luka. Luka karena salah paham. Masing-masing orang tidak bisa mencintai dengan caranya sendiri dan memaksakan caranya untuk orang yang dicintainya.  

Masing-masing pribadi harus meninggalkan diri untuk satu tujuan, cita-cita dan komitmen. Mereka harus saling menyesuaikan diri dan cara untuk menerima satu sama lain tanpa mempersoalkan perbedaan. Perbedaan bisa membawa luka, namun itu bukan cara tepat untuk mengakhiri kebersamaan. Maka untuk mencapainya orang harus berani “terluka” dengan dirinya.

Mencintai sampai engkau terluka, supaya engkau belajar matang dalam cara dan tepat dalam mengartikan cinta sejati.  Dalam luka, engkau mengerti sakit, dan ketika sakit, engkau membutuhkan dia untuk mengobatinya. Dalam kesulitan waktu, masih memberi waktu, dalam kesulitan masalahmu engkau masih mendengarnya, dalam segala duka, ia masih menghiburmu.

Luka bukanlah duka yang ditangisi, melainkan cara untuk murni dalam menjalaninya. Cinta mesti di uji dalam masalah dan tantangan sehingga kuat. Ketabahan, saling memahami, mau menerima kekurangan dan menerima apa adanya mestinya lahir ketika orang mengalami luka.  Maka sekali lagi mencintai itu bukan hasil yang ingin dicapai namun proses yang harus dilalui.

Luka karena cinta bukan berarti tak ada cara untuk menyembuhkannya. Latihan untuk mencintai adalah cara tepat untuk terampil menata hati. Menata hati berhadapan dengan mengorbankan kepentingan diri, perasaan pribadi, hobi dan ego. Harus ada luka, ditinggalkan demi dan untuk nilai kebersamaan dengan orang yang dikasihi.

Meninggalkan sesuatu yang sudah melekat dalam diri untuk menyatukan cinta dengannya, itu menyakitkan dan membawa luka. Namun luka itu bukan menjadi alasan untuk menyangkal cinta. Memang mesti ada luka supaya tahu bagaimana cara mengobati. Mesti ada air mata supaya tahu bagaimana cara menghapus air mata dari wajah mereka yang disayangi.

Di sini kesabaranmu di uji dan  kita menjadi sadar bahwa ukuran cinta itu ketika ada luka. Khalil Gibran berucap “cinta yang di basuh oleh air mata akan indah dan kekal selamanya”. Jangan menolak luka jika ia datang saat engkau sedang menjalani cinta. Engkau pasti disembuhkan oleh cinta. Namun jangan engkau menciptakan luka sedang engkau sendiri menghindarinya dan tak tahu bagaimana mengobatinya.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.