2 min dibaca
02 Apr
02Apr

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Beberapa bulan ini nama “lalupa karona” sering disebut oleh orang-orang Kabupaten Dairi.  Rupanya bahasa Karo ini diterjemahkan dengan (lalupa= jangan lupa) dan (Karona= orang Karo). Secara sederhana saya mengerti bahwa Lalupa Karona berarti jangan lupa orang Karo. Menarik perhatian karena nama ini merupakan sebuah armada angkutan umum tujuan, Sidikalang- Kabanjahe dan medan.

Penasaran akan promosi tentang armada ini, beberapa waktu saya memutuskan melakukan perjalanan ke kota Medan dengan jasa angkutan ini. Bus ini yang besar, bersih Full acc, sopirnya  ramah menjadi sebuah daya tarik bagi banyak orang. Sepanjang perjalanan dihibur oleh alunan musik dan lagu Batak-Karo. Walaupun tidak banyak memahami dan mengerti, namun tidak mengurangi kenikmatan saat mendengarnya. Rupanya mereka berpikir,  saya adalah bagian dari mereka dan saya pun merasa bagian dari mereka. Kami dalam daerah, budaya yang sama. Menikmati sambil belajar tanpa menjadi beban adalah model adaptasi yang saya miliki.

Pada dinding mobil itu, dekat kaca luar tertulis, selamat datang para penumpang kami.  Berikut kami sampaikan bagi kita semua agar melakukan protokol kesehatan dengan mencuci tangan sebelum berangkat dan wajib memakai masker. Adukan bus ini apabila sopir ugal-ugalan, merokok, tidak ramah, menurunkan tidak sesuai tempat.

Membaca saja  saja tidak cukup bagiku. Yang terpikir adalah bagaimana menikmati suasana ini jika semua patuh dan taat pada apa yang tertulis. Ingin perjalanan ini menyenangkan karena kesetiaan. Keyakinanku kesetiaan dan kepatuhan adalah awal dari pencapaian kebahagian serta kenyaman bersama.

Bangku pertama, tepatnya di belakang sopir,  saya duduk bersama seorang bapak. Meski tidak ditulis supaya menjaga jarak, namun secara otomatis kami mengambil jarak. Walau tidak tertulis tetapi kami “tidak lupa”. Menyapa seseorang adalah bagian dari budaya dan identitas kita. Seadanya saya membuka komunikasi ketika memperhatikan bapak ini tidak menggunakan masker. Selamat pagi, salam sehat pak! Ternyata tujuan kami sama, menuju kota Medan. Kemudian Saya menawarkan sebuah masker sambil berkata ”lalupa masker”. Beliau menerima tawaranku dan menggunakannya. Mungkin hal kecil sekedar mengingatkan tetapi dengan berbesar hati dia menerimanya. Entah apalah yang dipikirkan, yang pasti ingin berbagi dan berarti baginya. 

Menyadari ini tindakan yang kecil dan amat sederhana, namun dengan karena Cinta yang besar akan nilai kesehatan dan keselamatan, maka ingin melakukannya. Kata-kata Theresia dari Lisieux, “Lakukan hal kecil dengan cinta yang besar.” Theresia dari Kalkuta juga berkata, “Kita dapat menyembuhkan penyakit fisik dengan obat-obatan tetapi satu-satunya obat kesepian, kegagalan dan keputusasaan adalah CINTA.” Ada banyak orang di dunia ini yang mati untuk sepotong roti tetapi ada lebih banyak lagi orang mati karena sedikit cinta. Sedikit saja perhatian akan hidup orang lain, di situ kita sudah memberi kehidupan. Lebih baik saya memberi sedikit cinta baginya, daripada saya sama sekali tidak melakukannya.

Hanya beberapa penumpang dalam bus yang besar. Semua mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan tanpa ngobrol selama perjalanan. Sopir yang mengendarai pun tidak merokok. Tanpa ngebut-ngebutan, sehingga perjalan yang sesungguhnya menempuh empat jam, kami menghabiskannya dalam  waktu lima jam. Wah jika semua orang taat, komitmen dan “tidak lupa“ akan sesuatu yang baik maka bisa selamat sampai tujuan. Bahagia dan rasa nyaman bukan diukur ketika pemilik kendaraan sekedar mendapat uang melainkan ketika mereka bisa membuat para penumpang merasa dicintai.

Saya pikir, penyakit terbesar yang diderita dunia saat ini adalah penyakit di mana orang-orang merasa tidak dicintai, dan saya tahu, saya bisa memberikan cinta. Saya sangat senang melakukan hal itu dan saya ingin terus melakukannya. Demikian kata-kata Putri Diana dari Inggris, seorang ternama yang hebat. Secara teori banyak orang tidak tahu tentang cinta tetapi dalam kenyataan mereka melakukannya sebagai menjadi tujuan hidup. Saya tahu itu dan saya mengalaminya.

Lalupa Karona. Mungkin sebuah peringatan supaya jangan melupakan orang Karo. Atau bisa jangan lupa tanah Karo. Atau bisa mobilini milik orang Karo. Saya hanya menafsirnya demikian tanpa mengurangi arti dasar terjemahan kata itu. Ketertarikan pada kata ”jangan lupa” membekas dalam benakku tentang segala hal, termasuk tidak lupa akan sesuatu yang baik sekalipun kecil dan tidak berarti.

Jangan lupa. Jangan lupa. Jangan lupa. LALUPA. Kenapa jangan lupa? Karena kita sering lupa. Banyak hal yang kita lupa  dari  hal-hal yang paling kecil dan sederhana. Karena terlalu sederhana dan tidak penting bagiku, bisa saja diabaikan ataupun ditunda dulu jika  ada waktu.  Kecil bagiku, tidak demikian bagi orang lain kan? Atau kecil baginya, namun tidak kecil bagiku. 

Terkadang kita lupa dari mana kita berasal, diciptakan. Kita lupa asal kita, dimana kita tinggal, budaya apa, dengan siapa, dan lupa identitas. Lupa siapa sesamaku, konfraterku dan lain sebagainya. Bisa jadi lupa daratan dan lupa diri.

Bagi banyak orang “lalupa” suatu frasa peringatan yang penting. Sedikit orang mungkin tidak memperdulikannya karena mereka mampu mengingatnya secara baik dan teratur. Bagaimana denganku? Jangan lupa. Bila hidup tak mudah jangan bikin susah. Selalu sederhana dan bahagia. Jangan lupa bahagia.

Mobil kami sampai di tempat tujuan dengan selamat. Satu persatu penumpang turun darinya. Terdengar musik dari loket pemberhentian. Penyanyinya adalah Endank Soekamti. Lagunya demikian:

Stress yang melanda bisa datang tiba-tiba tak peduli tua muda. Awas nanti gila. Stop yang mengganggu pikiranmu ini. Bila hidup tak muda, jangan dipikir susah. Selalu susah dan sederhana. Yo.. yang yang tertekan lepaskan semua beban. Hidup bukan untuk penyesalan. Selalu ada pengharapan.


Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.