2 min dibaca
24 Apr
24Apr

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Salah satu cirikhas dari sebuah rumah adalah memiliki beberapa kamar. Entah itu kamar tidur, kamar doa, kamar makan, kamar mandi dan kamar lainnya. Fungsinya pun berbeda dan bervariasi. Kamar tidak bisa dipisahkan dari rumah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamar diartikan sebagai ruangan bersekat (tertutup) dinding yang menjadi bagian dari rumah atau bangunan (biasanya disekat atau dibatasi empat dinding) Lebih lanjut Kamus Besar Bahasa Indonesia juga mengartikan kamar juga sebagai bilik. 

Memiliki kamar yang baik dan nyaman adalah impian setiap orang. Mencintai kamar sebagai bagian dari diri bukan lagi sebuah impian, melainkan karakter hidup. Maka sering terdengar ucapan, jika ingin mengenal karakter seseorang periksa kamarnya.(bisa jadi benar, bisa juga salah). Kamar tidak hanya sebagai bagian penting dari rumah tetapi lebih dari itu sebagai gambaran hidup seseorang yang menggunakannya. Dia bisa membentuk karakter dan rahim yang mengandung setiap orang untuk bertumbuh dan berkembang sesuai karakternya.

Rutinitas pertama setelah bagun pagi adalah berdoa dan membereskan tempat tidur dan kamar. Tujuannya adalah terlihat rapi dan tidak berantakkan. Ini tanda awal bahwa kita ingin memulai sebuah hari dengan sebuah keteraturan. Hati akan terasa tenang dan nyaman jika segala sesuatu dimulai dengan keteraturan. Gretchen Rubin dalam bukunya yang berjudul “Happiest Project, menulis demikian. Proses merapikan tempat tidur bisa membuat perasaan kita tenang. Itu artinya kita bisa jauh lebih bahagia dan semangat dalam menjalani hari. Saat pulang pulang dari kegiatan pun, kamar yang rapi dapat membuat perasaan lelah kita hilang dalam sekejap.

Inilah alasan mengapa kamar itu menjadi tempat istimewa bagi setiap orang. Kamar menjadi tempat pertama ketika bagun pagi dan juga tempat terakhir saat usai kegiatan seharian. Peran dan fungsinya begitu istimewa bagi yang menggunakannya. Betapa bahagia tinggal di kamar sendiri. Beberapa orang pernah bercerita bahwa tidur dan melakukan aktivitas di kamar sendiri jauh lebih baik dan nyaman jika dibandingkan dengan tidur di tempat penginapan ataupun di rumah sahabatnya. Saya juga mengalami hal yang sama. Lebih rindu pulang tidur di kamar sendiri karena rasanya damai, nyaman dan penuh sukacita. Inilah persatuan karakter dengan apa yang sungguh melekat dalam diri.

Masuk ke kamar adalah masuk ke dalam karakter diriku. Mencintai kamarku berarti mencintai diriku, karena selain sebagai tempat istirahat juga menjadi tempat beraktivitas secara pribadi. Maka tidak heran jika ada yang menghabiskan seluruh atau sebagian waktunya di kamar. 

Bagi para karmelit, bilik menjadi hal yang penting dan istimewa. Dalam Regula nomor 10 dikatakan. “Masing-masing hendaknya tinggal di biliknya atau di dekatnya, sambil merenungkan hukum Tuhan siang dan malam serta berjaga dalam doa, kecuali bila sibuk dengan pekerjaan lain yang wajar.” 

Bilik adalah bagian yang penting, yang akan membentuk karakter dan ciri khas seorang karmelit. Bilik itu menjadi penting oleh karena bilik dianggap sebagai tempat yang suci dan kudus. Sebagai tempat merenungkan dan sekaligus tempat perjumpaan secara pribadi dengan Sang Sabda. Aktivitas rohani yang penuh dengan refleksi dan keheningan bersama Sabda yang adalah hukum Tuhan. Aktivitas rohani ini membantu para karmelit untuk mengenal diri, mengenal Tuhan dalam doa dan keheningan. Kapan waktu untuk merenungkan itu? Siang dan malam. 

Bukan saja waktu siang dan waktu malam melainkan sepanjang waktu jika tidak sibuk dengan pekerjaan lain yang wajar diluar bilik. Hal ini membantu seorang karmelit menuju kepada proses penyucian diri. Semakin banyak waktu merenung, bergaul dengan Sabda dalam keheningan bilik, maka bisa menemukan diri, dan akan disucikan oleh Sabda.

Santo Albertus dari Yerusalem, pembuat Regula juga menjelaskan arti hidup dalam keheningan. “Masing-masing kamu hendaknya mempunyai bilik terpisah” (Regula no. 6) Tujuannya supaya terciptalah sebuah keheningan sehingga masing-masing orang memusatkan perhatian pada Tuhan, sehingga lahirlah kepekaan untuk mendengarkan suara lembut Allah. Pengalaman Nabi Elia, sang inspirator masuk ke dalam sebuah gua (sel) menemukan suara Allah dalam angin sepoi-sepoi basa, dalam keheningan. (bdk. 1 Raj.19:12-13). 

Keheningan dalam bilik (sel) adalah saat seorang bersatu dengan Tuhan, saat membuka diri dalam komunikasi tanpa kata, saat berserah pada Allah. Inilah kekuatan keheningan, melatih untuk peka terhadap suara Allah dan peka mendengar jeritan manusia. Keheningan dalam bilik bagi seorang karmelit akan berbuah manis pada tampaknya madu-madu rohani yang terus menarik bagi dunia.

Bilik adalah tempat yang sakral. Tempat menyimpan dan mengunakan sarana rohani pribadi. Aktivitas rohani yang ada di dalam bilik sesungguhnya mempersiapkan seorang karmelit untuk untuk melakukan aktivitasnya di luar biliknya, di luar rumah, di tengah dunia. Inilah Rahim rohani, yang melahirkan karya rohani, karya Allah bagi dunia. Aktivitas membaca kitab suci, merenungkan, berdoa, bermeditasi dalam keheningan bilik adalah senjata untuk melawan kejahatan dosa, senjata Allah untuk memerangi kelemahan pribadi sebagai seorang manusia. Karya seorang karmelit mesti mengalir dalam keheningan biliknya, keheningan batinnya yang adalah ciri kontemplasi. 

Apapun aktivitas seorang karmelit di luar biliknya yang penuh dengan hingar bingar dunia, keheningan biliknya tetap menjadi hal yang tidak terlupakan. Keheningan di bilik selalu memanggilnya untuk kembali. Keheningan di bilik tetap menjadi sebuah karakter dan gaya hidup. Jangan lupa kembali sehingga pada waktunya semakin menghasilkan buah berlimpah. 

Di beberapa Paroki selalu ada kebiasaan di masa prapaskah untuk memberkati semua rumah umat baik di Paroki maupun stasi. Umat menyambut dengan gembira karena selain para gembala mengunjungi keluarga, juga memberkati rumah kediamannya. Antusiasme ini terungkap dalam ekspresi sukacita. Beberapa waktu selalu diundang untuk memberkati rumah umat. Biasanya dalam kata pengantar selalu terucap kata-kata ini. “Sesuatu yang diberkati adalah sesuatu yang dikuduskan dan disucikan Allah. Rumah ini adalah kudus, karena Allah ambil bagian dalam karya manusia”. Allah tinggal di rumah ini maka jadikan tempat ini sebagai kediaman-Nya.

Rumah adalah kediaman paling istimewa. Sekalipun sederhana tanpa banyak perabot, ia menjanjikan kedamaian. Di sana kita melakukan banyak hal, termasuk aktivitas rohani. Segala aktivitas bermula dari rumah dan pasti kembali ke rumah. Ia menjadi tempat istimewa karena itu Rahim yang melahirkan karakter anak dan semua anggota keluarga. Karakter yang baik terbentuk dari kebiasaan baik. Jadikan rumahmu sebagai tempat doa, tempat melahirkan karakter religius untuk menyucikan dunia.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.