1 min dibaca
23 Mar
23Mar

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Terkadang aku berpikir terlalu tua, juga terlalu muda ada bersama mereka. Saat tertentu aku merasa seperti teman dan sahabat. Aku dan mereka diubah dalam konsep dengan berjalannya waktu. 

Mereka memanggilku sebagai abang, kakak, kadang pula spontan hanya namaku, dan juga panggilan yang amat terhormat. Tersenyum bahagia saat disanjung, pernah marah dan tersinggung karena merasa tidak dihargai, namun akhirnya merasa terbiasa dalam waktu karena semuanya dalam waktu yang tak sama. Waktu yang berbeda, panggilan pun beda. 

Bersama dalam waktu yang berbeda , mengubah konsep ku tentang “ada ku” dan “adanya” mereka.

Imaginasiku selalu berkata” jangan begitu, kamu harus begini!. Kamu jauh lebih tua dan bukan orang muda lagi. Nilai kehormatan ada pada status dan jabatan jika kamu berbeda karena untuk itulah kamu ada. Hadirmu untuk memberikan yang berbeda dari sesuatu yang tertata rapi sejak dahulu. Imaginasi membuatku tersenyum jika kenyataan yang dicari adalah gengsi. Namun selalu kecewa bila tidak tepat sasaran maksud dalam waktu. Hidup dalam angan-angan dan mimpi tak pernah memberiku kepuasan. Memaksakan diri dalam imaginasiku, hidup dalam konsepku, kebenaranku menjadikanku seorang yang idealis. 

Ide serta konsep selalu menarik dan baik, namun keadaan kadang memaksa untuk berhenti pada tataran itu. Konsep harus diubah oleh hadirnya mereka dengan karakter dan waktu yang berbeda. Hadir dalam segala kelakuan dan karakter unik mereka, mengubah cara persepsiku, bahwa aku tak sama dengan mereka .Mereka tidak hanya bisa diubah olehku, ataupun mengubahku, tetapi kami mesti berubah bersama dalam konsep dan persepsi yang sama. Hidup bersama tidak membenarkan konsep dan kebenaran sendiri, kita ada dalam kebenaran bersama. 

Satu persatu ku perhatikan saat ada bersama, belajar, bekerja, berdoa, makan, rekreasi dan olahraga bersama. Tidak untuk menunggu kapan ada kesalahan sebagai saat untuk menilai. Bukan pula sekedar rutinitas dan tata aturan baku. Bukan juga supaya dianggap baik dan dinilai bertanggungjawab. Da bersama menjadikanku dewasa, lebih memahami, mengerti dalam mengambil keputusan yang benar. Kebersamaan dan pengenalan adalah cara menjadikan “ada” mereka itu bermakna. Ada bersama bukan memaklumi setiap kelemahan dan kesalahan. Tidak juga dimengerti sebagai cara untuk menggampangkan segala hal supaya terus diterima dan disayangi.

Bongkar imajinasi dan persepsi, “adaku” bisa membuat orang lain “merasa ada’’ dan bermakna. Bukan sekedar mencari perhatian dan kebesaran nama. Hadirku tak sebatas perhatian melainkan sebuah ekspresi jiwaku. Ekspresi hadirku mengubah “adanya” aku dan mereka untuk berjalan bersama kepada kebaikan, bukan pada cinta diri. Selalu ada aku untukmu. 

Ada ku selalu untukmu.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.