1 min dibaca
11 Feb
11Feb

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Betapa bahagianya tatkala indera manusia berfungsi dengan baik. Mata dapat melihat pelbagai keindahan dan telinga menikmati indahnya suara. Lidah bisa melontarkan kata yang baik dan benar serta mencecap santapan yang lezat.

Sebaliknya, tatkala itu tidak berfungsi secara semestinya orang menderita. Penyandang disfungsi indera itu kehilangan kekayaan dari hidupnya. Terbatasi; tidak utuh.

Penyandang tuna fungsi indera rindu disembuhkan. Mereka amat mengharapkan bantuan. Itulah yang dilakukan oleh orang-orang yang membawa penderita gagap dan tuli kepada Sang Guru Kehidupan (Mrk 7: 32).

Sang Guru menangkap keinginan si tuli dan gagap. Lalu menyembuhkannya dan bersabda, "Efata!" (Terbukalah). Seketika itu terbukalah telinga orang itu dan terlepas juga pengikat lidahnya (Mrk 7: 35).

Tindakan Sang Guru menunjukkan misinya, yakni membebaskan dan menyelamatkan. Dia membebaskan orang tuli dan gagap itu dari kondisi yang membatasinya.

Setelah itu Sang Guru berpesan agar orang-orang tidak menceritakan hal itu kepada siapapun (Mrk 7: 36). Namun semakin dilarang, semakin luas mereka menyebarkannya (Mrk 7: 36).

Demikianlah orang yang mengalami kebaikan Tuhan mesti mewartakan pengalaman itu kepada banyak orang. Tujuannya supaya makin banyak orang yang terbuka terhadap yang baik dan benar dari Tuhan.

Di tengah banyaknya media sosial yang lebih menyebarkan berita-berita negatif ("bad news is good news"), orang ditantang untuk berjuang mewartakan kebaikan dan mengalahkan keburukan. Di mana ada banyak orang tuli (tidak mau mendengarkan kebaikan) dan gagap dalam mewartakan kebenaran, kehadiran Sang Guru sungguh diperlukan.

Dialah yang mampu menyembuhkan penyakit yang melanda sebagian media sosial dan membuat orang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan.

Jumat, 11 Februari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.