1 min dibaca
05 Nov
05Nov

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Yang dimaksud dengan bendahara dalam Lukas 16: 1-8 adalah manajer atau pengelola harta milik orang kaya. Tujuan pengelolaan itu mendapat keuntungan. Bila untung, dia ikut menikmati; bila buntung, dia sendiri yang menanggung. Itulah sistemnya waktu itu.

Nah, dia mau dipecat, karena dianggap telah menghambur-hamburkan harta pemiliknya. Karena mencangkul tidak kuat dan mengemis dia malu, maka dia mengubah surat utang. Yang berhutang seratus tempayan minyak disuruh menulis lima puluh. Yang berhutang seratus pikul gandum diminta menulis delapan puluh. Diskon itu diambil dari keuntungan yang diperolehnya. Dia tidak mencuri atau korupsi.

Dengan kecerdikannya dia menggunakan situasi kritis untuk membangun persahabatan dengan para peminjam itu. Anehnya, sang pemilik justru memuji kecerdikan bendahara itu (Luk 16: 8).

Apakah perumpamaan ini mengajarkan sikap tidak jujur? Tidak, melainkan menegaskan kecerdikan dalam mengelola harta untuk masa depan. Persahabatan di atas menjamin masa depan manajer itu. Para peminjam akan menolongnya setelah dia dipecat. Balas budi. Itu umum pada waktu itu.

"Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang" (Luk 16:8).

Orang beriman perlu belajar dari bendahara itu. Artinya, secara cerdik menggunakan iman yang diberikan Tuhan untuk menjamin masa depannya di surga kelak. Sayangnya, banyak kaum beriman tidak memanfaatkan tantangan iman untuk membangun masa depan.

Berapa yang sungguh bersemangat mewartakan sabda Tuhan di tengah zaman yang lebih percaya kepada kebohongan (yang diulang-ulang) dari pada kepada Kebenaran? Kaum beriman rupanya kalah cerdas dalam menggunakan media sosial untuk memperoleh keuntungan rohani dibanding orang-orang dunia ini.

Jumat, 5 November 2021 | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.