1 min dibaca
21 Dec
21Dec

Suara Keheningan | RP. ALbertus Herwanta, O.Carm

Perjumpaan Bunda Maria dan Elisabet mengungkapkan minimal dua pengalaman para tokoh sejarah keselamatan itu.

Elisabet sebagai bunda Yohanes Pembaptis memuji Bunda Maria, Ibu Sang Penebus. Dia merasa sangat terhormat mendapat kunjungan ibu Tuhan. "Berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana" (Luk 1: 45). Demikian kata Elisabet tentang Bunda Maria.

Bunda Maria menanggapi seruan itu dengan "Maginificat"-nya. "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku" (Luk 1: 46).

Keduanya menunjukkan rasa syukur dan sukacita yang besar. Rasa syukur (gratitude) menghasilkan sukacita sejati (joy). Mereka yang pandai bersyukur akan menikmati sukacita hidup. Mereka dapat melihat bahwa yang mereka miliki dan alami lebih dari hasil perbuatan mereka. Semua itu pemberian Tuhan yang layak disyukuri.
Sikap bersyukur itu menyalakan pengharapan dalam hidup. Segala yang terjadi bernilai di mata Tuhan dan bermanfaat bagi hidup ini. Rasa syukur yang memperkuat harapan melahirkan sukacita. Ini bentuk sukacita yang melebihi tertawa, tetapi mengalami kehadiran Tuhan, sumber sukacita sejati.

Elisabet dan Maria bersukacita bukan karena mereka telah sukses meraih prestasi atau berjasa. Tetapi karena Allah memilih mereka yang kecil dan hina untuk berpartisipasi dalam karya keselamatan umat manusia.

Sukacita itu menyatukan keduanya. Mereka mengalami kebebasan yang besar, karena sukacita dari Tuhan mendatangkan kebebasan batin.

Hingga kini Tuhan masih melibatkan setiap orang dalam karya-Nya. Betapa kecil pun peranan itu. Siapa yang menyadari hal itu akan bersyukur dan bersukacita.

Rabu, 22 Desember 2021RP Albertus Agung Herwanta, O.Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.