1 min dibaca
28 Aug
28Aug

Suara Keheningan I RP. Albertus Herwanta, O.Carm 

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh setiap orang itu jarang sungguh mendapat perhatian. Di tengah zaman yang sibuk ini, lebih banyak orang menghabiskan waktu dan tenaga untuk mencari segala yang eksternal dan superficial. Hanya sedikit yang masuk ke dalam lubuk hati dan batinnya untuk menjawab pertanyaan di atas.

Pelbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi dan psikologi mencoba menjawab pertanyaan itu. Andai semua jawabannya digabung menjadi satu, belum juga manusia menemukan jawaban yang memuaskan. Tak sepenuhnya menjawab kerinduannya akan makna hidup. Selalu terbuka kemungkinan menemukan jawaban yang lain.

Perumpamaan tentang talenta (Mat 25: 14-30) kiranya boleh memberikan jawaban pula. Intinya, ada seorang yang hendak pergi jauh dan mempercayakan talenta kepada para hambanya. Yang pertama diberi lima, yang lain dua dan yang terakhir satu. Yang pertama dan kedua pergi menggandakannya dan memperoleh laba seratus persen. Jadi, talentanya menjadi dua kali lipat. Sedang yang terakhir menyembunyikan talenta itu di dalam tanah, karena takut akan tuannya yang dinilainya kejam.

Sang tuan itu memuji dan menghadiahi hamba yang pertama dan kedua, tetapi menghukum yang terakhir. Pertanyaannya, siapakah aku ini?

Ada yang bisa mengidentifikasikan diri dengan orang pertama atau kedua. Tampil sebagai orang yang bertanggungjawab atas apa yang dipercayakan Tuhan. Ada pula yang ceroboh atau malas seperti yang ketiga; bahkan egois. Dia menyimpan talenta tuannya. Bukankah hidup ini pada dasarnya adalah berkat yang mesti dikembangkan dan dibagi-bagikan?
Idealnya, orang tidak menjadi sosok orang ketiga. Namun hidup ini masih berlangsung. Tersedia banyak kemungkinan. Kadang orang bisa seperti yang pertama atau kedua; kemudian terperosok sebagai orang ketiga. Penilaian final (penghakiman) belum tiba. Manusia masih perlu terus berusaha sepanjang hidupnya.

Di sana manusia memerlukan pelbagai keutamaan seperti iman, pengharapan dan cinta kasih. Untuk dapat mewujudkan hidup yang berbuah dan layak dibagikan orang membutuhkan kerendahan hati. Inilah keutamaan terpenting dan mendasar. "Kerendahan hati adalah dasar dari semua keutamaan-keutamaan lain. Jiwa yang tidak punya sikap rendah hati takkan memiliki keutamaan lain. Semua yang dilakukan hanya penampilan lahiriah semata," kata Santo Agustinus.

Siapakah aku ini? Apakah seorang rendah hati yang siap mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah serta menghasilkan buah kehidupan? Ataukah yang sombong dan malas serta selalu membenarkan diri hingga tidak bersyukur kepada Tuhan dan tak mau berbagi berkat dengan sesama?

Sabtu, 28 Agustus 2021PW Santo Agustinus | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.