1 min dibaca
13 Oct
13Oct

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Orang benar yang membela kebenaran secara benar melipatgandakan kebenaran. Sebaliknya, orang salah yang membela orang salah secara salah memperbanyak kesalahannya. Ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Sang Guru Kehidupan menghadapi orang jenis yang kedua. Waktu itu Dia mengecam orang Farisi yang suka menaati adat-istiadat tapi mengabaikan perintah Allah (Luk 11: 42). Mereka suka mencari tempat yang terhormat di rumah ibadah (Luk 11: 43).

Lalu seorang ahli Taurat berkata, "Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga" (Luk 11: 45). Maka Sang Guru pun mengecamnya juga. "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun" (Luk 11: 46).

Maksud ahli Taurat itu antara lain ingin membela orang Farisi dengan cara menyalahkan Sang Guru. Apa hasilnya? Justru pembelaannya itu membongkar kesalahannya.

Peristiwa itu mengajarkan dua hal. Pertama, perintah Allah mesti lebih diutamakan daripada adat istiadat bikinan manusia. Kedua, pemimpin jangan meletakkan beban atau aturan yang berat sementara dia sendiri tidak mau melaksanakannya.

Bukankah hal itu masih terjadi sampai saat ini? Ada agama yang demikian terinstitusionalisasi sehingga menjadi birokrasi yang rumit. Sesuatu yang sederhana dibuatnya jadi rumit dan berbelit-belit. Para petugasnya terkesan suka mempersulit orang lain.

Singkatnya, aturan bikinan manusia demikian diutamakan sehingga kasih Allah malah diabaikan. Agama mengurung dan membebani. Masuk akal, bahwa banyak orang tidak tertarik dengan agama yang demikian.
Mengapa? Ya, karena para pemimpin dan petugasnya tidak melayani. Mereka tampil sebagai yang berkuasa dan mesti dilayani. Dengan kaum Farisi dan ahli Taurat itu sebelas-dua belas.

Rabu, 13 Oktober 2021 | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.