1 min dibaca
04 Apr
04Apr
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Secara insting manusia itu ingin hidup. Ketika hidupnya terancam, dia akan mencari upaya menyelamatkan diri.

Macam-macam jalan yang ditempuhnya. Ada yang melalui jalan salah alias ngawur, sehingga berakhir konyol. Ada yang secara bijak dan berani mengambil langkah yang benar.

Susana yang dikisahkan dalam Kitab Daniel adalah contohnya. Dia terancam hukuman mati akibat fitnah dua tua-tua bangsa Yahudi yang gagal membujuknya berbuat zinah. Susana memilih mati daripada menuruti keinginan bejat mereka.

Karena berdoa kepada Tuhan, Sang Kebenaran, doanya didengarkan. Tuhan mengutus Daniel, anak muda yang berani membela Susana.

Sebelum hukuman mati dijatuhkan, Daniel meminta supaya pengadilan digelar ulang. Ketika ditanyai dua tua-tua itu tidak konsisten. Yang satu menuduh Susana bersingkuh dengan seorang pemuda di bawah mesui. Sementara yang lain mengatakan di bawah pohon berangan. Masak, satu peristiwa yang sama terjadi di bawah dua pohon yang berbeda?

Kesaksian palsu mereka terbongkar. Keduanyalah yang kemudian dihukum mati. Seandainya Susana tidak berpegang pada kebenaran dan Daniel tidak tampil membela kebenaran, pengadilan itu memakan korban yang tidak bersalah.

Kini ada begitu banyak korban dari tindakan tidak adil dan tidak benar. Ada korban yang takut melawan dan bersaksi, ada pula yang berani membongkar pelbagai kejahatan itu.

Memperjuangkan yang benar dan adil menuntut keberanian. Tidak semua orang memiliki keberanian itu. Memang, selalu ada risiko dalam memperjuangkan kebenaran.
"Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yoh 12: 24).

Senin, 4 April 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.