1 min dibaca
06 Jun
06Jun

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Begitulah kurang lebih terjemahan Indonesia dari judul di atas. Rahayu mengandung makna lebih luas dan dalam daripada sekadar bahagia. Di samping bahagia itu sendiri, di dalam "rahayu" ada unsur selamat, makmur-sejahtera, damai dan tenang.

Semua orang mencita-citakan hidup bahagia. Jika ada toko "online" yang menjualnya, pastilah "rating"-nya tertinggi. Faktanya, tidak ada yang bisa melakukannya. Memang, jalan menuju ke hidup bahagia itu penuh onak duri dan diliputi misteri. Sedikit saja orang yang sungguh memahami.

Sang Guru Kehidupan mengajarkan jalan ke sana dalam Sabda Bahagia (Mat 5: 1-12a). Menariknya, semua jurus yang ditawarkan bak bertentangan dengan jalan yang dipilih kebanyakan orang. Ambil saja dua contoh.
Sementara khalayak ramai ingin menjadi kaya dan dengan itu berharap akan bahagia, Sang Guru justru bersabda, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Mat 5: 3). Dia juga bersabda, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5: 4). Nah, kan? Apa maksudnya?

Pertama, miskin atau kaya itu bukan soal memiliki sedikit atau banyak, tetapi rasa puas akan yang dimiliki. Kemiskinan itu terasa tatkala keinginan akan banyak hal tidak terpenuhi. Dalam pikiran dan hati yang merasa puas dan damai kemiskinan itu hilang dengan sendirinya.

Kemiskinan (rasa tidak terpuaskan) yang paling dalam hanya bisa dipenuhi oleh Tuhan. Mereka yang sungguh merindukan Tuhan mendapatkan kebahagiaan yang utuh dan lengkap, karena Tuhan tidak mengecewakan mereka yang sungguh mencintai dan merindukan-Nya. Berbeda dari benda dunia yang memuaskan hanya sebentar, lalu menyisakan rasa kecewa.

Kedua, mengapa yang berdukacita disebut berbahagia? Karena akan dihibur. Apa yang menyebabkan orang berduka? Antara lain kehilangan. Berduka karena kehilangan harta dunia akan dihibur dengan memilikinya. Sekali lagi, hiburannya sementara, karena harta tak sepenuhnya menjawab kerinduan terdalam manusia. Sebaliknya, mereka yang berduka karena kehilangan Tuhan akan mendapatkan penghiburan yang sebenarnya.

Ajaran ini sulit. Mengandalkan upaya manusiawi belaka tidak seorang pun sanggup mencapainya. Rahmat Tuhan amat diperlukan. Pengalaman menunjukkan bahwa kebahagiaan yang diajarkan Sang Guru ini nyata, benar dan dapat dicapai. Bukan karena manusia bisa mencapai Tuhan, tetapi karena Dia sudah mendatangi manusia. Maka, berbahagialah mereka yang percaya dan menyambut-Nya. Niscaya, mereka segera mencapai "rahayuning urip" itu.

Senin, 7 Juni 2021 | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.