1 min dibaca
05 Apr
05Apr
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Menempuh perjalanan kerap menguras tenaga. Tidak jarang kesabaran nyaris hilang. Makin jauh jarak yang ditempuh, makin terasa kelelahannya. Orang mungkin saja mengeluh atau marah.

Bangsa Israel dalam perjalanannya dari Mesir menuju Tanah Terjanji mengalaminya. Lelah dan bosan. Mereka berkata-kata melawan Tuhan dan Musa, "Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini?" (Bil 21: 5).

Putus asa membuat orang kehilangan orientasi; mendekatkannya pada kematian. Adakah rasa putus asa yang membuat kondisi tubuh lebih sehat dan mental lebih kuat? "Despair often breeds disease," kata Sopokles.*)

Tuhan lalu menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari mereka mati (Bil 21: 6). Mengalami itu bangsa Israel bertobat, berseru dan memohon agar Tuhan membebaskan mereka dari ular-ular itu.

Kepada Musa Tuhan menyuruh membuat ular tembaga dan meninggikannya di tengah bangsa itu. Inilah tanda belas kasihan Tuhan. Siapa yang melihat ular itu takkan mati meski digigit ular tedung. Belas kasihan Tuhan itu menyelamatkan. Kasih Allah mematikan kuasa dosa, yakni maut.
Demikianlah Tuhan mengganti rasa putus asa dengan penyerahan diri kepada-Nya. Itulah yang menyelamatkan umat manusia. Itulah yang disebut Iman.

Semua orang yang hidup di dunia sedang menempuh perjalanan menuju tempat yang Tuhan janjikan dan telah sediakan. Dalam perjalanan rohani itu banyak yang mengeluh, bahkan nyaris putus asa waktu menghadapi tantangannya. Ada yang marah kepada Tuhan dan meninggalkan Dia.

Mereka yang sering putus asa bisa lebih cepat mati. Sementara mereka yang sabar dan mau percaya akan hidup; selamat. Mereka selamat bukan karena memandang ular tembaga, tetapi memandang Dia yang ditinggikan pada kayu salib (Yoh 8: 28).

Selasa, 5 April 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.
*) "Putus asa kadang melahirkan penyakit."

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.