1 min dibaca
10 May
10May

Suara Keheningan | RP. Albertus  Herwanta, O.Carm                                             

Mayoritas warga dunia terbiasa dengan kegiatan menyembah Allah. Bukankah penganut agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam) termasuk para penyembah Allah? Aktivitas religius yang mulia ini tidak selalu membawa berkah positif bagi manusia.

Tantangan utamanya datang dari pemahaman yang beragam tentang Allah. Karena Allah itu tidak dapat seutuhnya dipahami dengan pikiran manusia, selalu mungkin konsep yang dibuat tentang Allah itu tidak lengkap atau malah salah. Pemahaman keliru tampak dalam praktik penyembahan yang salah. Misalnya, mengklaim bahwa Allah itu memihak kelompok agama tertentu saja.

Hanya ketika orang secara rendah hati mau belajar dari sumbernya, dia akan memperoleh pemahaman yang tepat, benar dan sempurna. Sang Guru Kehidupan bersabda kepada para murid-Nya, "Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku" (Yoh 15: 26). Allah sendiri yang mewahyukan dan memberikan kesaksian tentang Diri-Nya. Manusia hanya mengambil bagian dalam kesaksian Allah itu.

Konsekuensinya, manusia mesti menyadari dirinya yang terbatas dan relatif. Dia baru akan seluruhnya benar bila menyatu dengan Sang Kebenaran itu sendiri.

Realitanya, banyak pemuka dan penganut agama yang memutlakkan pemahamannya yang terbatas itu dan memaksakannya kepada orang lain. Anehnya, makin yakin pada pemahamannya, mereka makin mudah merasa terancam. 

Praktik penyembahan kepada Allah dan kehadiran dari mereka yang berbeda pemahaman membuat mereka alergi dan melahirkan intoleransi. Ada yang membubarkan ibadat agama lain, misalnya. Mengapa? Karena penyembahan kepada Allah dari agama lain itu dianggap mengganggu hidup kelompok yang membubarkan itu. 

Bahkan ada yang membunuh sesamanya dengan motivasi agama dan menyangka tindakannya itu penyembahan kepada Allah (Yoh 16: 2). Jauh-jauh hari Sang Guru sudah bersabda, "Mereka berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku" (Yoh 16: 3).

Singkatnya, menyembah Allah yang sudah lumrah ternyata tidak mudah. Ada yang dengan penuh keyakinan melakukannya, padahal pemahamannya salah. Yang lain lebih secara rendah hati dan penuh iman menyembah Allah sesuai dengan tuntunan Roh Kebenaran yang telah diutus-Nya.

Sikap menyembah Allah dalam iman dan pasrah menghasilkan hidup pribadi yang tenang dan hidup bersama yang ramah. Makin dekat dengan Allah, makin manusia mampu mencintai sesamanya.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.