1 min dibaca
19 Sep
19Sep

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Setiap hari terjadi pembelajaran antara Sang Guru Kehidupan dan para murid-Nya. Bukan di dalam kelas, tetapi dalam kehidupan. Seperti di rumah ibadah, di ladang atau di tepi pantai.

Kali ini Dia mengajar mereka dalam perjalanan menuju Yerusalem; melewati Galilea. Sengaja Dia memisahkan para murid-Nya dari khalayak ramai, karena ingin memberikan topik khusus dan mendasar.

"Anak manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh, Ia akan bangkit" (Mrk 9: 31).

Para murid-Nya tidak mengerti maksud ajaran-Nya, tetapi enggan bertanya (Mrk 9: 32). Mereka malah mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka (Mrk 9: 34). Mereka benar-benar gagal paham.

Sang Guru pun menegaskan ajaran-Nya, "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9: 35).

Dia bukan hanya mengajarkan, tetapi mewujudkannya dalam hidup-Nya sendiri. Meski sebelumnya Petrus menyebut Dia sebagai Mesias (raja yang terurapi), Dia menempuh jalan derita dan kematian. Penghinaan itulah yang menjadi jalan dalam memimpin dan membawa umat manusia menuju kehidupan.

Sungguh sulit memahami dan melaksanakan ajaran-Nya. Hanya sedikit yang secara formal mengaku diri sebagai pengikut-Nya pun sanggup melaksanakannya.

Namun ajaran dan teladan-Nya itu benar dan relevan hingga kini. Bisa diwujudkan. Ada pemimpin yang semangat melayani dan pengorbanannya tinggi berhasil memajukan suatu negeri. Dia tidak peduli terus dihina, dicaci dan kurang dihargai, karena prinsipnya pemimpin itu harus melayani.

Minggu, 19 September 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.