1 min dibaca
12 Jan
12Jan

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Samuel, anak Hana yang dipersembahkan kepada Tuhan, berada di bawah bimbingan imam Eli. Sehari-hari dia berada dalam rumah Tuhan melayani bersama Eli yang sudah lanjut usianya (1 Sam 3: 1).

Suatu malam, ketika Samuel sedang tidur dalam bait suci, Tuhan memanggil namanya. Mengira bahwa pembimbingnya yang memanggil, segera dia bangun dan pergi kepada Eli. Demikian itu terjadi sampai tiga kali (1 Sam 3: 8-9).

Mengherankan, imam Eli tidak segera mengetahui bahwa suara yang memanggil Samuel itu berasal dari Tuhan. Baru setelah tiga kali Samuel mendatanginya Eli menyadari bahwa suara itu berasal dari Tuhan.

Kisah ini mengungkapkan bahwa seorang pembimbing dan mentor rohani pun perlu mengasah kepekaannya terhadap datangnya suara Tuhan. Dengan demikian dia dapat membimbing para muridnya secara tepat.

Berkat arahan dari imam Eli akhirnya Samuel memahami panggilan Tuhan. Waktu Tuhan memanggil lagi Samuel menjawab, "Bersabdalah, ya Tuhan, hamba-Mu ini mendengar" (1 Sam 3: 10). Kemudian Tuhan menyertai Samuel (1 Sam 3: 19).

Banyak orang ingin mendengarkan suara Tuhan yang mengarahkan hidupnya. Mereka membutuhkan pembimbing seperti imam Eli bagi Samuel. Pembimbing itu bisa seorang guru, mentor atau bapa rohani.

Ketiganya hanya berperan sebagai fasilitator dan pendamping. Setiap orang dituntut untuk mempertajam pendengarannya sendiri. Semakin peka terhadap suara Tuhan, semakin terarah perjalanan hidupnya.

Pembimbing yang baik dan amat berkualitas pun belum menjamin anak bimbingannya berhasil memahami suara Tuhan. Di samping mereka sendiri perlu mempertajam pendengarannya, anak bimbingan itu sendiri yang memang dituntut terus belajar menjadi peka mendengarkan Tuhan.

"Listen for God's voice in everything you do, everywhere you go: God is the one who will keep you on track" (Proverb 3: 6).

Rabu, 12 Januari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.