1 min dibaca
10 Dec
10Dec

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Betapa pentingnya mendengarkan. Banyak murid sukses karena cermat menyimak bimbingan gurunya. Sebaliknya, sebagian anak gagal hidupnya karena mengabaikan nasihat orangtuanya.  

Tuhan menghendaki manusia berhasil dalam hidupnya. Bukan hanya dalam arti sosial dan finansial, tetapi terutama secara spiritual. Mencapai hidup yang utuh dan seimbang. Selamat dan bahagia.

Untuk itu Tuhan senantiasa bersabda, membimbing umat-Nya. Sabda-Nya bukan hanya berupa kata-kata, tetapi menjadi manusia.

Hanya mendengarkan orang bijaksana saja menolong orang memperoleh jalan hidup yang benar. Apalagi mendengarkan Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia.

Namun, tatkala Sang Sabda itu datang banyak yang acuh; tak mau mendengarkan atau menyambut-Nya. Sebagian bersikap "indifferent" alias tak mengambil sikap apapun. Diam. Pasif.

Sang Guru Kehidupan bersabda tentang sikap demikian, " Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. 

Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa" (Mat 11: 16-19).

Sikap demikian tidak menghentikan karya penyelamatan dari Tuhan. Karya itu terpenuhi dalam Sang Sabda yang wafat di kayu salib.

"Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya" (Mat 11: 19). Di sanalah secara sempurna kehendak Tuhan didengarkan dan dilaksanakan.

Jumat, 10 Desember 2021RP Albertus Agung Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.