1 min dibaca
09 Jan
09Jan

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Bagi sebagian orang judul di atas terlalu muluk dan sulit. Abstrak. Bagaimana mungkin mendengarkan suara Allah?

Dunia politik mungkin sedikit menolong. Di sana ada ungkapan, "Suara rakyat adalah suara Tuhan" (Vox populi, Vox Dei). Jadi, mendengarkan suara Tuhan itu konkret dan bisa dilakukan.

Hidup manusia sebenarnya dituntun oleh suara Allah. Di mana suara itu bisa didengar? Antara lain lewat suara hati.

Keputusan penting dalam hidup sebaiknya menaati suara hati. Keputusan demikian biasanya menenangkan hati dan hasilnya tampak dalam hal-hal yang positif.

Kalau dalam keputusan pribadi dan politis saja orang perlu mendengarkan suara Tuhan, apalagi karya penyelamatan umat manusia. Hanya orang yang sungguh mendengarkan suara Allah dapat diandalkan dapat mengemban tugas itu.

Salah satu tanda dari orang yang mendengarkan suara Allah adalah bersedia melaksanakan kehendak Allah.
Sang Guru Kehidupan menunjukkan sikap itu dalam hidup dan karya-Nya. Nabi Yesaya telah mewartakan pribadi-Nya (Yes 42: 1-4.6-7). Santo Petrus menyebut-Nya sebagai yang dipenuhi dengan Roh Kudus (Kis 10: 38). Pada peristiwa pembaptisan-Nya ada suara dari langit yang menyatakan, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk 3: 22).

Mendengarkan suara Allah itu bukan aktifitas telinga, tetapi sikap hati dan sikap hidup. Orang yang melakukannya sekaligus mewujudkan kehendak Allah. Apa itu? Mencintai dan menyelamatkan umat manusia dan ciptaan-Nya.

Minggu, 9 Januari 2022Pesta Pembaptisan Tuhan RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.