1 min dibaca
15 Jul
15Jul

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Banyak manusia suka ribet dengan nama di atas. Sebagian berperilaku lucu dan menggelikan. Misalnya, sekelompok orang melarang kelompok lain menyebut Tuhan dengan kata Allah. Predikat itu diklaim sebagai miliknya seolah-olah manusia itu bisa memonopoli nama dari Dia yang Mahatakterbatas itu.

Para ahli ilmu keTuhanan (teolog) dan ahli Kitab Suci pun bisa berdebat bertahun-tahun tentang nama itu. Sebenarnya, siapakah nama Dia itu? Lalu, Dia sendiri menyebut Diri-Nya siapa?

Tatkala Musa bertanya tentang nama Tuhan yang mengutusnya ke Mesir, Dia menjawab, "AKU ADALAH AKU" (Kel 3: 14). "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu" (Kel 3: 14). Demikian Dia menyebut Diri.

Apakah Tuhan Allah itu membutuhkan nama? Nama sebagai identitas memang penting. Namun sekaligus menunjukkan keterbatasan dan kadang eksklusif. Misalnya, nama berdasar suku, marga atau klan menegaskan bahwa penyandangnya berasal dari kelompok tersebut. Bagaimana dengan Allah? Pada kelompok mana Dia mesti digabungkan? Bukankah Dia tanpa batas?

Nama yang dikenakan untuk menyebut Allah itu semua buatan manusia yang dalam komunikasinya memerlukan predikat. Sementara subjek dan predikat dari Allah itu menyatu. Maka, Allah menyebut Diri AKU ADALAH AKU. Allah itu seratus persen identik dengan Diri-Nya.

Dalam sejarah Israel, Allah menyebut Diri dalam kaitan dengan manusia yang telah dipilih-Nya. "Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakan kepada mereka: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Isak dan Yakub, telah menampakkan diri kepadaku, serta berfirman: Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan kepadamu di Mesir" (Kel 3: 16).

Allah Abraham, Isak dan Yakub bukanlah nama Diri-Nya, melainkan menegaskan ikatan perjanjian dengan mereka yang setia kepada-Nya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hidupnya ditolong oleh Tuhan. Memang Allah itu setia. "Selamanya Tuhan ingat akan perjanjian-Nya" (Mzm 105: 8).

Terhadap Diri-Nya pun Allah tidak memberi nama. Mengapa manusia ribut soal nama atau sebutan Tuhan? Sebenarnya, siapa pun boleh mengklaim bahwa TUHAN itu miliknya selama dia setia kepada-Nya dan bukan karena ingin memanipulasi nama itu untuk kepentingan diri.

Nama Dia itu mahakudus dan orang mesti menghormati nama itu. Bagaimana selama ini aku menggunakan nama itu? Ingatlah, barangsiapa menggunakan Nama Allah secara sembarangan akan dihukum (bdk Sepuluh Perintah Allah).

Kamis, 15 Juli 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.