1 min dibaca
25 Apr
25Apr
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Iman itu anugerah Tuhan; bukan usaha manusia. Dalam beriman, orang menanggapi rahmat Tuhan itu. Karena itu, sumber iman yang sejati adalah Tuhan.
Dalam menyambut anugerah itu, manusia bergulat dengan pelbagai motivasi. 

Sebagian motivasinya murni. Artinya, sungguh mau percaya dan berserah kepada Tuhan. Namun, ada pula motivasi yang diwarnai kepentingan.

Yesus menunjuk motivasi yang tidak murni itu dengan bersabda kepada orang-orang Yahudi yang mencari Dia. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6: 26).

Mereka mencari Yesus yang telah mengenyangkan perut mereka. Hal itu digunakan Yesus untuk mengajar mereka tentang sesuatu yang jauh lebih penting, yakni makanan surgawi yang mengenyangkan perut rohani mereka.

Yesus bersabda bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti saja, melainkan dari setiap sabda yang keluar dari mulut Allah (Matius 4: 4). Dalam injil Yohanes, Yesus menegaskan bahwa mereka mesti melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah (Yohanes 6: 29).

Apakah itu? "Hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6: 29). Hal itu disampaikan kepada orang Yahudi yang telah menaati hukum Taurat. Itulah pekerjaan yang telah mereka lakukan.

Namun, hal itu tidak cukup. Menaati hukum Taurat tidak menyelamatkan mereka. Yang mesti dilakukan adalah percaya kepada Yesus. Artinya, orang melibatkan diri dan seluruh hidupnya dalam Yesus.

Pertanyaannya, apakah motivasi imanku selama ini? Apakah aku sungguh percaya kepada Yesus dan mencari Dia, sumber iman? Ataukah aku hanya sekadar mencari hal-hal duniawi yang tidak memberikan hidup abadi?

Senin, 24 April, 2023Alherwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.