1 min dibaca
19 Mar
19Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Siapa yang dapat lepas dari adat? Hampir semua masyarakat mempunyai adat. Melalui proses yang panjang adat itu dibentuk. Dapat dimengerti pengaruh dan peranan adat bagi masyarakat amat kuat. Sulit mengubah; apalagi mengganti adat.
Ada pelbagai macam adat yang ditemukan dalam masyarakat. 

Di samping membawa manfaat, adat disertai konsekuensi. Ada sisi positif, ada sisi negatifnya.

Upacara pernikahan beberapa suku di Indonesia menampilkan adat dan kekayaan budaya yang penuh makna. Sebagian menjadi objek wisata yang laku dijual dan mendatangkan devisa. Namun, sering memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.

Adat pemakaman pun demikian. Beberapa suku melaksanakan adat pemakaman yang amat menarik bagi wisatawan domestik dan manca negara. Misalnya, adat pemakaman di tanah Toraja. Memang amat menarik. Tetapi, biayanya besar.

Upacara ngaben di Bali setali tiga uang. Bukankah upacara adat itu mengundang gelombang wisatawan yang besar? Bukankah biayanya amat mahal?

Pelbagai macam upacara keagamaan menjadi pantulan adat dari suatu masyarakat. Mempersembahkan sesaji yang dilakukan setiap hari tidaklah murah. Namun, itu mesti dilakukan. Mengapa? Antara lain karena itu adat.

Adat itu ekspresi nilai dan hidup suatu masyarakat. Ia juga menopang keberadaan dan "sustainability" atau kontinuitasnya. Namun, adat menghadapi tantangan ketika berada dalam dunia yang berubah secara cepat.

Sampai kapan masyarakat sanggup mempertahankan adatnya? Dapatkah kita membayangkan adat macam apa bakal lahir dalam masyarakat digital yang begitu cepat berganti?

Salam dan Tuhan memberkati.
MLKÇ, Sabtu 17 Maret 2023AlherwantaRenalam 077/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.