1 min dibaca
20 Dec
20Dec
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Dapatkah manusia zaman ini dipisahkan dari iklan? Bukannya iklan telah menjadi kebutuhan? Relasi antara produsen dan konsumen yang membuat ekonomi berputar terkait erat dengan iklan yang berfungsi  memperkenalkan pelbagai produk di pasar.

Baik produsen maupun konsumen amat diuntungkan oleh iklan. Umumnya iklan memberikan informasi tentang kualitas dan manfaat produk (barang dan jasa). Kini, iklan disebarkan juga oleh para "youtubers" yang membagikan pengalaman mereka tentang produk tertentu. Mereka juga memberikan evaluasi atas produk itu; menyajikan kelebihan dan kekurangannya.

Produsen tidak lagi hanya mengandalkan iklan untuk memasarkan produknya. Mereka mesti benar-benar bertanggungjawab atas kualitas produknya. Informasi subjektif dari pihak produsen semata bisa menjadi bumerang alias senjata makan tuan.

Membanjirnya iklan di pelbagai media sosial benar-benar telah membentuk opini masyarakat. Bahkan berhasil membentuk pola hidup. Minimal, sebagian orang menjadi konsumtif. Bukankah banyak yang berbelanja bukan karena kebutuhan, tetapi karena pelbagai macam diskon yang ditawarkan melalui iklan?

Iklan bermanfaat bukan hanya untuk memasarkan produk-produk material. Hal-hal rohani dan pesan moral pun perlu di-"iklan"- kan. Nilai-nilai Pancasila, misalnya, perlu diterjemahkan dalam butir-butir aksi nyata, lalu lewat iklan disosialisasikan. 

Harapannya, seluruh rakyat akan paham, meyakini, dan menjadikannya bagian dari hidup sehari-hari.

Lebih dari itu, ajaran agama dan kebijaksanan tidak kalah mendesaknya untuk diiklankan. Tujuan promosi itu bukan untuk memperoleh keuntungan material bagi "penjualnya," tetapi keselamatan dan kebahagiaan dari yang mau mengambil dan menghayatinya.

Ironis, di tengah konsumtifnya masyarakat terhadap barang-barang duniawi, banyak orang kehilangan kebutuhan akan hal-hal surgawi. Hilangnya rasa itu bisa jadi bukan tanggung jawab mereka semata. Lembaga agama ditantang untuk bertanya dan mencari penyebabnya.

Bisa jadi, "produk" agama yang ditawarkan dan cara menyajikannya ketinggalan zaman dan membosankan. Barangkali kemasannya jadul dan penyajiannya acak-acakan. Belum lagi, kalau ditawarkan lewat cara kekerasan dan penuh ancaman. Layakkah disebarkan lewat iklan?

Salam dan Tuhan memberkati.
SOHK, Selasa 20 Desember 2022Alherwanta Renalam ke-257

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.