1 min dibaca
21 Nov
21Nov
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Hampir semua menyukai yang serba nyaman. Rumah dan keluarga yang nyaman menjadi idaman. Kesejahteraan hidup bisa diukur salah satunya dengan kenyamanan. Bisa saja orang kaya raya dengan berbisnis narkoba. Tetapi apakah hidupnya nyaman?

Bukan hanya nyaman di dunia, orang juga menginginkan yang nyaman di alam baka. Hampir semua agama menawarkan itu. Sebagian agama menyebutnya surga; ada juga yang menamainya nirwana.

Barangkali benar, bahwa agama yang menawarkan "kenyamanan" itu laku keras di kalangan masyarakat yang hidupnya susah atau tidak nyaman. Misalnya, miskin, bodoh, menderita, dan tersingkir. Sementara dalam masyakat yang sudah maju, aman-nyaman, dan sejahtera, "jualan" agama itu seperti tidak laku.

Kebenaran dari hipotesa itu perlu diuji. Namun ada fakta yang menunjukkan bahwa masyarakat yang maju dan sejahtera serta aman nyaman biasanya tidak meributkan agama lagi. Sebaliknya, masyarakat yang warganya tertinggal secara sosial, politik, ekonomi, dan pendidikan suka heboh soal agama.

Ada yang merasa tidak nyaman berada bersama orang beragama lain. Bahkan menganggap mereka yang berbeda keyakinan adalah ancaman. Dalam situasi demikian, agama bisa dijadikan alat untuk melindungi diri dan menciptakan rasa aman.

Kasus "bully"atas nama agama bisa ditafsirkan sebagai perasaan tidak nyaman dari orang yang mem-"bully." Tentu itu menyebabkan rasa tidak nyaman bagi korban perundungan itu. Memang, orang yang merasa tidak nyaman hanya bisa memberikan rasa tidak nyaman. "Nemo dat quod non habet," kata pepatah Latin. *)

Ketika dimanfaatkan oleh penganut politik rasa nyaman (statusquo), kondisinya bisa lebih runyam. Pendukung politik ini akan memanfaatkan rasa tidak nyaman sebagian orang beragama yang hidupnya terasa tidak nyaman. Atau hidup mereka dibuat tidak nyaman agar bisa dimanfaatkan.

Untuk menghilangkan hiruk pikuk dari politik, rasa nyaman itu perlu diciptakan hidup yang aman, damai, sejahtera. Langkahnya, antara lain dengan membuat warga itu berdaya ("empowerment"), maju, dan percaya diri serta bisa mencukupi kebutuhannya. Harapannya, ketika masyarakatnya cerdas dan sejahtera, mereka tidak mudah dimanipulasi oleh duet politik-agama yang "menjual rasa nyaman" itu.

Salam dan Tuhan memberkati.
SOHK, Senin 21 November 2022AlherwantaRenalam ke-228
*)Orang tidak dapat memberikan apa yang dia sendiri tidak punya.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.