1 min dibaca
03 Dec
03Dec

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Seperti apa dunia dan hidup tanpa cahaya? Semua keindahannya sia-sia. Tidak seorang pun dapat menikmatinya. Gelap gulita  merampas yang dapat dinikmati mata.

Betapa pentingnya cahaya! Nabi Yesaya mewartakan cahaya. "Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat" (Yes 29: 18). Cahaya itu datang dari Tuhan.

Kitab Mazmur mengingatkan, "TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" (Mzm 27: 1). Bersama Tuhan, Sang Terang, hidup ini aman dan tenang.

Tuhan yang adalah cahaya itu datang mengunjungi umat-Nya. Benar, Dialah cahaya sejati (Yoh 8: 12). Karena itu, Dia dapat memulihkan penglihatan.

Sang Guru Kehidupan membuka mata dua orang buta; membuat mereka dapat melihat cahaya (Mat 9: 27-31). Karena iman akan Sang Guru Kehidupan, mata kedua orang buta itu disembuhkan.

Umat manusia yang diliputi kegelapan sangat memerlukan cahaya. Bukan hanya sinar matahari, tetapi terutama cahaya ilahi. Berkat cahaya itu manusia dapat menyadari diri, dosa dan kejahatannya. Bila bertobat dan menerima Sang Terang manusia akan diselamatkan.

Banyak orang yang masih hidup dalam kegelapan. Mata kepalanya memang melihat, tetapi mata hatinya tertutup; bahkan buta. Tanpa empati dan tidak peduli.

Beberapa tokoh politik yang bikin gaduh gara-gara anggarannya dipotong dinilai oleh rakyat (netizen) sebagai sosok yang tidak berempati. Sementara menikmati gaji tinggi mereka tidak peduli kepada rakyat yang mesti diselamatkan dari pandemi. Orang-orang yang kurang peduli dan tanpa empati, siapapun mereka, sungguh perlu bertobat dan menyambut cahaya ilahi.

Jumat, 3 Desember 2021PW Santo Fransiskus XaveriusRP Albertus Agung Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.