1 min dibaca
18 Sep
18Sep

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Banyak orang familiar dengan perumpamaan tentang penabur (Luk 8: 4-15; Mat 13: 1-23). Ada beberapa jenis tempat di mana benih itu jatuh: tanah di pinggir jalan, tanah berbatu, semak duri dan tanah yang baik (Luk 8: 5-8).

Benih atau sabda Tuhan yang ditaburkan oleh Sang Guru Kehidupan dan jatuh di tiga tempat yang pertama sama sekali tak berbuah. Pelbagai himpitan dan faktor eksternal lain menjadi penyebabnya.

Namun tersedia pula tanah yang subur. Mengapa tanah subur itu disebut terakhir? Tentu perlu terus menerus dicari dan direnungkan jawabannya.

Menarik, bahwa ada tanah subur tempat benih itu jatuh dan menghasilkan banyak buah. Hambatan dan kesulitan bagi tumbuh dan berbuahnya benih itu selalu ada. Namun sabda Tuhan tetap menemukan tempat yang baik juga. Tidak sepenuhnya dapat dihambat. Di sanalah benih sabda Tuhan itu tumbuh subur dan menghasilkan buah berlimpah.

Ini memberikan harapan sehingga orang perlu tetap bertekun dan berusaha. Sabda Tuhan tidak dikalahkan oleh kekuatan eksternal-duniawi. Sabda itu menemukan tempat yang subur. Menembus kemungkinan.
Di manakah tempat subur itu ditemukan? Barangkali dalam hatiku, hidupku, keluargaku, lingkungan atau masyarakatku.

Apakah aku siap menjadi tanah yang subur tempat sabda Tuhan jatuh, tumbuh dan berbuah? Bersediakah aku membuat hidup dan lingkunganku sebagai tanah subur bagi tumbuhnya sabda Tuhan itu?

Sabtu, 18 September 2021 | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.