1 min dibaca
13 Sep
13Sep
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Orang mengukur prestasi akademis para sarjana baru dengan predikat Cum Laude, Magna Cum Laude atau Maxima Cum Laude. Kriteria itu mengindikasikan tingkatan kualitasnya. Ketiganya menunjukkan bahwa mahasiswa berprestasi perlu diapresiasi dan dipuji.

Ketika para mahasiswa berprestasi itu disebut namanya dalam upacara wisuda, biasanya khalayak merespon dengan tepuk tangan. Betapa bangga para mahasiswa dan orangtuanya. Sukses itu hal yang berharga, patut disyukuri, dan mendapat apresiasi. Namun, secara bijak pujian mesti dicermati. Mengapa?

Pertama, pujian itu bersifat sementara dan apresiasi dalam acara wisuda lewat dengan segera. Gegap gempita dan tepuk tangannya hanya beberapa menit saja. Dunia kerja tidak peduli akan semua predikat itu. Yang mereka tuntut adalah kompetensi, kontribusi nyata, dan aktualisasi diri.

Kedua, pujian dari manusia itu tidak selamanya dapat diandalkan. Kadang mendadak berubah menjadi makian; hal buruk bagi kehidupan. Karena itu, jangan hanya mengandalkan pujian manusia.

Tidak jarang yang dipuji manusia itu palsu! Ada nasihat berbunyi, "Hendaknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu."

Segala macam prestasi duniawi dan pujian bersifat sementara dan harus dilepaskan. Demikianlah jalan pembebasan dan pertumbuhan, baik dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani.

Ini bukan teori, karena kehidupan orang sukses telah mengatakan dan menggarisbawahi. Bukankah sukses terdahulu mesti dilepaskan untuk meraih sukses berikutnya?
Salam dan Tuhan berkati.
Selasa, 12 September 2023AlherwantaRenalam 249/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.