1 min dibaca
03 Sep
03Sep

Suara Keheningan I RP. Albertus Herwanta, O.Carm 

Seorang anak kecil mencuri roti di suatu toko. Beberapa kali itu dilakukannya hingga ketahuan sang pemilik toko. Tatkala dikejar pemilik toko, dia lari hingga ke rumah reot di daerah kumuh. Tatkala mengendap hendak menangkap anak itu, dia melihatnya sedang menyuapkan roti itu kepada ayahnya yang tak bertangan dan kaki serta sedang berbaring di lantai. Dia pun mengurungkan niatnya untuk menangkap anak itu. Setelah itu, tiap hari dia datang mengantar makanan untuk keluarga itu.

Pernahkah pembaca renungan ini menyaksikan video tentang kisah di atas? Bisa jadi sudah pernah. Pertanyaan intinya bukan sudah atau belum pernah. Ada yang lebih mendalam. Bolehkah anak kecil itu ditangkap atas dasar tuduhan mencuri? Atau bolehkah ayahnya yang bertanggungjawab atas anaknya ditahan? Menurut hukum boleh. Tetapi secara hukum nurani hal itu tidak etis dilakukan.
Begitulah kurang lebih inti peristiwa dari Injil hari ini (Luk 6:1-5). Pada suatu hari Sabat para murid Sang Guru Kehidupan memetik bulir gandum, menggisarnya dengan tangan, lalu memakannya (Luk 6: 1). Orang Farisi memprotesnya, karena hal itu melanggar hukum Sabat (Luk 6: 2). Namun Sang Guru mengingatkan mereka akan yang dilakukan Daud ketika dia dan pengikutnya lapar dan masuk ke bait Allah lalu memakan roti sajian yang hanya boleh dimakan para imam (Luk 6: 4).

Sang Guru membela perilaku para murid-Nya. Lebih dari itu, Dia bersabda, "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat" (Luk 6: 5). Mengapa Dia mengatakan demikian? Karena Dia adalah wujud nyata dan sempurna dari kasih Allah. Kasih itu hukum tertinggi, terutama dan mengatasi hukum yang lain. Tidak mungkin, orang yang memenuhi hukum kasih melanggar hukum lain yang ada di bawahnya.
Kisah di alinea pertama itu menegaskan bahwa kasih kepada sesama manusia, terutama yang miskin dan menderita mengatasi hukum positif bikinan negara. Tentu, hal itu perlu dilakukan amat cermat dan bijaksana. Tidak boleh dong membebaskan menteri yang tertangkap korupsi dengan alasan dia masih punya tanggungjawab membesarkan anak-anaknya.

Tetiba teringat kata-kata Santo Agustinus, "Kasihilah Tuhan Allah, dan silakan lakukan apa saja!" Bagian yang pertama penting diperhatikan, karena menentukan bagian yang kedua. Mereka yang memahami dan menghayatinya meringkas hidupnya dalam sebuah kisah. Namanya, kisah kasih.

Sabtu, 4 September 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.