1 min dibaca
30 Dec
30Dec

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Hana, seorang nabi wanita, berada di Bait Allah tatkala bayi Kanak-kanak Yesus dipersembahkan kepada Tuhan. Disebut nabi, karena berperan menyampaikan pesan Tuhan.

Dia bersyukur kepada Tuhan dan berbicara tentang sang Kanak-kanak kepada semua yang menantikan penyelamatan atas Yerusalem (Luk 2: 38). Yerusalem itu simbol umat Israel; bahkan menggambarkan seluruh umat manusia.

Hana sudah lanjut usianya. Sesudah menikah dia hidup tujuh tahun bersama suaminya. Waktu di Bait Allah itu dia sudah janda; berusia 84 tahun. Siang malam dia tinggal di sana, beribadah dengan berpuasa dan berdoa (Luk 2: 37).

Dia selalu merindukan Tuhan. Cara Hana menghabiskan waktu hidupnya di Bait Allah memberikan beberapa pelajaran penting.

Pertama, status sosial sama sekali tidak menentukan dalam upaya membangun relasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai janda yang status sosialnya tidak tinggi, Hana tetap bisa berada dekat dengan Tuhan.

Kedua, orang bisa berada dekat dengan Tuhan lewat doa. Di sini doa itu lebih dari mengucapkan rumus doa atau menepati jadwal (jam) sembahyang. Doa sejati adalah relasi pribadi dengan Tuhan.

Ketiga, Tuhan itu dapat masuk ke dalam hidup seseorang di manapun dan kapanpun. Artinya, ada berlimpah kesempatan untuk bertemu Tuhan. Sejauh mana orang menggunakan kesempatan itu?

Akhirnya, buah-buah doa perlu dibagikan kepada sesama. Buah doa itu rahmat Tuhan. Tidak ada rahmat yang seratus persen hanya untuk satu orang. Pemberian Tuhan dimaksudkan untuk kebaikan bersama.

Singkatnya, hidup Hana menjadi kesempatan berada dekat dengan Tuhan. Kesempatan berjumpa Tuhan.

Kamis, 30 Desember 2021Oktaf Natal hari keenamRP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.