1 min dibaca
28 Jan
28Jan
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm


Pada tahun 1960an dan 1970an, televisi di Indonesia belum sebanyak sekarang. "Event-event" olah raga seperti sepak bola dan badminton disiarkan lewat radio. Karena, hanya mengandalkan suara, penyiar dan reporter harus demikian cerdas menggambarkan peristiwa itu, hingga menggerakkan imajinasi para pendengar.

Dahulu, penyebaran opini hanya di tangan pemilik radio dan media cetak "mainstream" yang memonopoli. Di samping membentuk opini, mereka juga memperoleh keuntungan ekonomi. Amat besar kekuasaannya.

Zaman digital ini menyediakan fasilitas audio-visual yang amat canggih dan beragam pilihannya. Sebagian murah. Kini, penyiar radio tidak selaris dahulu.

Yang kini laris adalah para komentator dan pembuat konten di kanal youtube. Baik komentar positif dan pro maupun negatif dan kontra mudah dijumpai di sana. Apalagi era demokrasi dan kebebasan berpendapat saat ini luar biada. Itu tidak terbanyangkan pada zaman Orde Baru yang membuat mayoritas takut dan membisu.

Anugerah itu perlu disyukuri dengan tetap secara cermat menyikapi pelbagai kelemahan yang menyertainya. Karena ada begitu banyak komentar atau opini yang berlimpah dan mudah diakses, orang bisa bingung. Lebih-lebih ketika informasi dan opini berlawanan satu sama lain. Kadang, orang tidak sempat lagi untuk berpikir secara kritis. Mereka "menelannya" mentah-mentah.

Saat ini pendidikan berpikir kritis amat diperlukan. Itulah kebutuhan yang belum terakomodasi secara maksimal. Banyak pendidikan yang memproses manusia secara dangkal. Rombongan belajar yang besar menghasilkan pendidikan secara massal dan manusia penghafal.

Ketika mayoritas anggota masyarakat tidak mampu berpikir kritis, ini bisa menyebabkan terjadinya krisis. Ada bahaya mereka tidak mampu menghadapi persoalan secara rasional. Mudah diprovokasi secara emosional, lalu melakukan tindakan yang tidak masuk akal.

Munculnya konten-konten kreatif itu tanda positif dan konstruktif. Namun ketika mayoritas rakyat tak juga berkembang dan menjadi matang, itu potensial menciptakan generasi yang tidak pintar dan tidak berani berpendapat, karena keasyikan mendengar komentar.

Salam dan Tuhan berkati.
SOHK, Sabtu 28 Januari 2023AlherwantaRenalam 028/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.