1 min dibaca
25 Feb
25Feb
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Siapa pernah secara serius reflektif berpikir tentang jongkok? Perlukah jongkok direnungkan? Bisa jadi, ini pertanyaan dari orang yang kurang pekerjaan atau "kelebihan" waktu.

Ada kebutuhan hidup paling mendasar yang dipenuhi dengan jongkok. Sebelum kloset duduk ditemukan, sebagian besar penduduk dunia membuang hajat dalam posisi jongkok. Ada seorang dokter yang menjelaskan bahwa posisi itu jauh lebih sehat dari pada duduk. Benarkah? Mungkin para dokter lain bisa memberikan penjelasan.

Dunia feodal kuat ditandai dengan jongkok. Ketika para "abdi dalem" menghadap kepada rajanya, mereka harus berjalan jongkok. Kadang dengan mengatupkan dua telapak tangan di depan dahinya; membungkuk.

Bekas kaum jajahan atau keturunannya mewarisi budaya jongkok ini demikian kuat. Setelah merdeka mereka berdiri tegak. Tetapi masih belum merdeka cara berpikirnya. Takut bersikap kritis atau berpendapat secara terbuka. "Masih jongkok" mentalitasnya.

Sebagian orang yang menganggur suka duduk di depan rumah atau di pinggir jalan; jongkok. Di salah satu universitas, ada beberapa mahasiswa yang suka jongkok di halaman atau lorong kampus. Rasanya "gimana gitu lho" melihat calon intelektual "kok jongkok." Maka, kampus menyediakan kursi di banyak tempat untuk menghindari kebiasaan itu.

Yang paling menyakitkan itu disebut sebagai manusia berotak jongkok. Itu disamakan dengan orang bodoh, tak berakal budi, kurang berbudaya, dan ketinggalan. Masih lebih berharga dibilang otak udang; kotor doang.

Tentu, marah atau tersinggung saja tidak cukup waktu dibilang otak jongkok. Benarkah dirinya benar-benar otak jongkok? Jika benar, adakah alasan untuk tersinggung? Jika tidak benar, bagaimana melawan komentar itu? Semoga kampus merdeka belajar berhasil menghapus cara pikir dan budaya jongkok.

Haruskah manusia itu jongkok? Kapan jongkok itu sungguh diperlukan dan layak? Mungkin, waktu olah raga kadang orang mesti jongkok. Tentu saja, waktu menghadap kepada Tuhan orang sebaiknya bersikap taat; jongkok. Itu bukan tanda bahwa manusia itu rendah, melainkan rendah hati.

Salam dan Tuhan memberkati.
SASL, Jumat 24 Februari 2023AlherwantaRenalam 055/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.