1 min dibaca
08 Nov
08Nov

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Sabda Tuhan (Lukas 17: 1-6) menyampaikan tiga pelajaran penting. Pertama, tentang penyesatan dan sanksi bagi yang menyebabkannya. Kedua, mengampuni saudara yang bersalah. Ketiga, memohon tambahnya iman. Adakah ketiganya berhubungan?

Penyesatan itu bisa berarti menghalangi atau menggagalkan diwartakannya kabar baik (berita keselamatan). Orang yang melakukan itu layak dihukum. Fitnah atau hoaks itu menyesatkan; menghancurkan fakta atau berita yang benar dan baik.

Kedua, bila saudaramu bersalah tujuh kali sehari dan datang meminta maaf tujuh kali, kamu mesti mengampuninya (Luk 17: 4). Ini tidak berarti membiarkan orang terus mengulang kesalahannya. Perlu diupayakan bantuan membebaskan mereka yang terjebak dalam kesalahan dan perilaku buruk.

Akhirnya, para murid Sang Guru Kehidupan meminta kepada-Nya, "Tuhan, tambahkanlah iman kami!" (Luk 17: 5). Jawab-Nya, "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu" (Luk 17: 6).

Sang Guru tidak sedang mengajar para murid-Nya untuk melakukan akrobat aksi-aksian memindahkan pohon. Tetapi mengajarkan bahwa iman yang dihayati secara kuat akan memperbaiki dan menyelamatkan hidup ini. Bisa mendatangkan mukjizat.

Jadi, iman sejati juga melepaskan orang dari kebiasaan menyebarkan kesesatan. Bisa membantu orang yang suka menyimpan dendam untuk mulai mengampuni.

Iman itu anugerah Tuhan yang memampukan manusia menghadapi kesulitan hidup. Siapa yang beriman secara baik dan benar akan memetik buahnya. Mampu mengampuni, misalnya.

Benar, iman memberi kekuatan untuk mengampuni. Memang, mengampuni itu sikap orang kuat dan pemenang; bukan pecundang. "The weak can never forgive. The forgiveness is the attribute of the strong," kata Mahatma Gandhi.

Senin, 8 November 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.