1 min dibaca
10 Jun
10Jun

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

 "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga" (Mat 5: 20). Mengapa Sang Guru Kehidupan mengatakan itu kepada para murid-Nya?

Menjawab pertanyaan tersebut, minimal ada dua hal yang perlu direnungkan. Pertama, hidup keagamaan yang benar. Kedua, masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Pertama, hidup keagamaan yang benar itu melampaui tindakan memenuhi hukum agama semata. Ada panggilan lebih tinggi, yakni mengasihi Allah dan sesama dalam pikiran, hati, ucapan dan tindakan. Rajin beragama itu penting dan buahnya tampak dalam relasi yang baik dengan sesama. Bukan membenci saudaranya; apalagi mengatakan orang lain kafir atau marah kepada sesama (Mat 5: 22). Tindakan itu bertentangan dengan kasih dan potensial menimbulkan perpecahan.

Lebih dari itu, hati yang marah dan membenci membuat doa dan persembahan kepada Allah tidak berkenan. Karena itu, sebelum sembahyang, orang perlu berdamai dengan sesama (Mat 5: 23-24). Memang, Allah itu raja damai dan mereka yang berhati damai dekat dengan-Nya.

Kedua, Kerajaan Sorga adalah situasi hidup manusia yang dipimpin oleh Tuhan. Dia mencintai semua manusia, ciptaan-Nya dan berusaha menyelamatkan mereka. Kaum beragama dipanggil untuk mengambil bagian di dalamnya. Konsekuensinya, mesti mengasihi sesama seperti Tuhan mengasihi manusia. Agama tidak dimaksud untuk mengadili dan menghukum orang lain, tetapi sebagai jalan yang menyelamatkan.

Hidup keagamaan itu bersifat individual dan sosial. Ketekunan beribadah bisa berbentuk kesalehan pribadi atau individual. Namun orang beragama punya tugas sosial, yakni menciptakan kerukunan dan kedamaian berdasarkan kasih. Di mana kasih memenuhi hati, pikiran dan ucapan serta memotivasi perbuatan, di sana Tuhan dan Kerajaan Sorga dihadirkan.

Singkatnya, hidup keagamaan yang benar bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok saja, tetapi terbuka untuk semua. Semakin universal nilai-nilai keagamaan yang dihayati dan diwartakan, semakin dekat para pelakunya pada kehidupan yang dipimpin oleh Tuhan.

Kamis, 10 Juni 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.