1 min dibaca
23 May
23May

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Siapa yang lepas dari bahasa dapat hidup dan berkembang? Bahasa itu seperti udara yang dihirup setiap saat tapi tak pernah disadari kehadirannya. Bahasa yang tak dapat dilihat itu digunakan setiap saat. Betapa pentingnya bahasa!

Para akademisi yang menempuh studi di luar negeri mesti lulus kualifikasi dalam bahasa. Tanpa menguasai bahasa yang digunakan dalam dunia akademis di negeri itu, forget it; lamaran studinya pasti ditolak.

Dalam mewartakan kabar keselamatan bagi umat manusia pun Allah memerlukan bahasa. Mukjijat Pentakosta pada dasarnya adalah mukjijat bahasa. Berkat kemampuan menguasai pelbagai macam bahasa para rasul dapat menyebarkan Kabar Gembira ke seluruh dunia. Hingga kini, para misionaris sejati dituntut untuk menguasai bahasa. Sebelum misinya dimulai, misionaris belajar bahasa.

Bahasa yang Roh Kudus anugerahkan pada hari Pentakosta itu masuk ke dalam hati sanubari dan membuat para pewarta itu mengalami perubahan mendasar dan total; transformasi. Hidupnya tak lagi untuk diri sendiri, tetapi untuk mewujudkan rencana dan kehendak ilahi.

Karena manusia itu terdiri dari yang jasmani dan rohani, bahasa pun ada dua. Bahasa badaniah dan bahasa rohaniah. Sesuai dengan kodratnya, yang jasmaniah bersifat sementara; bisa hancur. Sedang bahasa rohani bersifat abadi.

Sang Rasul Agung mengajarkan dua bahasa itu. Pertama, bahasa tubuh yang terdiri dari percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah dan kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya" (Gal 5: 19-21). Bahasa ini tidak hanya negatif, tetapi juga destruktif. Lihatlah buah dari pemimpin yang hanya mengandalkan bahasa jasmaniah!

Kedua, bahasa roh yang meliputi kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, sikap lemah-lembut dan penguasaan diri (Gal 5: 22-23). Bahasa ini bersifat positif dan konstruktif. Dari sana lahir harapan hidup yang tidak hanya menghantar manusia ke masa depan duniawi, melainkan juga surgawi.

Bahasa itu memang mukjijat. Bagaimana seorang anak yang sebelumnya tidak bisa berbahasa dalam proses singkat bisa menggunakannya? 

Mukjijat Pentakosta pun merupakan tanda karya besar Allah yang mengubah. Manusia diubah dari yang manusiawi ke yang ilahi lewat bahasa yang menyempurnakan dan menyatukan semua bahasa, yakni bahasa cinta. Semoga bahasa rohani lebih menguasai umat manusia daripada bahasa jasmani.

Minggu Pentakosta, 23 Mei 2021RP Albertus Herwanta, O.Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.