Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Manusia dianugerahi kebebasan. Itu hak azasi yang tidak dapat diganggu gugat. Tidak seorang pun dapat mencabut, kecuali dirinya sendiri.
Bagaimana orang mencabut kebebasannya sendiri? Ada banyak cara dan nyaris tak terhitung contohnya. Semua itu bisa dirangkum dalam perbuatan yang nyaris sama, yakni membangun penjara dan menjebloskan diri sendiri ke dalamnya.
Salah satu penjara yang dibangun adalah penjara keinginan. Tuhan menanamkan keinginan dalam diri manusia supaya berkatnya manusia bisa menikmati hidup. Namun fakta berbicara bahwa manusia dipenjara oleh pelbagai keinginannya.
Manusia juga membangun penjara perasaan. Perasaan putus asa, misalnya, mengurung orang dalam hidup tanpa masa depan. Sedang rasa benci, iri hati, cemburu, dan sejenisnya menjauhkan orang dari sesamanya.
Masih ada penjara yang menjerat diri sendiri dan sekaligus berakibat pada sesama. Namanya rasa takut. Karena rasa takut, orang bisa bersembunyi dan mengurung diri. Orang minder, contohnya.
Ketakutan bisa melahirkan rasa tidak aman yang berakibat fatal seperti menyerang sesamanya. Ungkapannya nyata dalam perang. Bukankah perang Rusia-Ukraina antara lain didorong rasa takut kalau Ukraina menjadi anggota NATO akan membahayakan negeri beruang putih itu?
Manusia itu diciptakan untuk bebas. Dengan kebebasan manusia bisa mengembangkan diri semaksimal mungkin. Kalau itu yang terjadi, dia tidak hanya bernilai untuk diri sendiri, melainkan untuk sesamanya. Bahkan untuk kemuliaan Tuhan. Akhirnya, dia akan menikmati kebahagiaan dan kebebasan sejati.
Namun, banyak fakta menunjukkan yang sebaliknya. Manusia memenjarakan diri. Orang yang bermain dukun memenjara hidupnya dalam kuasa roh jahat. Waktu mati, bisa jadi masuk ke dalam penjara abadi. Artinya, hidupnya dijalani dari penjara ke penjara.
HKIA, Senin 27 Februari 2023AlherwantaRenalam 058/23