BEBAS DARI PERBUDAKAN

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mau menyembah dewa sesembahan raja Nebukadnezar (Dan 3:18). Ketiganya lebih percaya kepada Allah yang dapat menyelamatkan mereka. Akibatnya, mereka dimasukkan dalam perapian yang menyala-nyala (Dan 3: 19-23).

Bukannya terbakar, mereka bertiga malah berjalan-jalan di dalamnya ditemani orang keempat yang seperti anak dewa (Dan 3: 25). Raja Nebukadnezar pun memuji Tuhan, "Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan membebaskan hamba-hamba-Nya yang telah percaya kepada-Nya dan melanggar titah raja." (Dan 3: 28).

Demikianlah Allah melalui malaikat-Nya membebaskan mereka yang menaruh percaya kepada-Nya. Melalui Sang Guru Kehidupan Allah berkenan menyelamatkan manusia pula.

Ketika berhadapan dengan orang Yahudi Sang Guru Kehidupan bersabda, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yoh 8: 31-32).

Tetapi mereka tidak mau percaya, karena merasa diri sebagai keturunan Abraham dan orang merdeka.

Sang Guru lalu bersabda bahwa barangsiapa berbuat dosa, dia menjadi budak dosa (Yoh 8: 34). Mereka telah berbuat dosa dan dengan kekuatannya sendiri tak mampu membebaskan dirinya. Hanya bila Allah membebaskannya, barulah mereka sungguh merdeka.

Ada dua hal yang diperlukan untuk dapat dibebaskan. Pertama, menyadari bahwa dirinya terbelenggu dosa. Kedua, mau percaya kepada Allah yang sanggup melepaskannya.
Sikap rendah hati dan beriman kepada Tuhan menjadi jalan untuk penyelamatan manusia. Ini masih berlaku hingga saat ini.

Pertanyaannya, sejauh mana aku sungguh rendah hati dan mau mengakui dosa-dosaku di hadapan Tuhan? Maukah aku dengan penuh iman datang kepada-Nya agar dibebaskan?
Allah memang menghendaki manusia itu bebas dan selamat. Nah, apakah aku ingin sungguh bebas dari perbudakan dosa?

Rabu, 6 April 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.