4 min dibaca
Nosce te ipsum: In Memoriam RP. Yohanes Don Bosco Djawa, O.Carm
Suara Keheningan | RP. Inosensius I. Sigaze, O.Carm


Pada hari ini saya ingin menulis kembali kisah-kisah lepas bersama Romo Yohanes Don Bosco Djawa, O.Carm, anggota Ordo Karmel kelahiran Bajawa, 17 Februari 1972. Catatan ini dibuat sebagai ungkapan persaudaraan untuk menyimpan kembali kenangan terpisah bersama Romo John.

Menulis dengan nafas yang sesak karena kesedihan. Menulis untuk mengungkapkan kesedihan dan menuangkan rasa tentang konfrater yang saya kenal. Saya mengenal Romo John pertama kali pada tahun 2000 di Maumere, Flores. Pada waktu itu saya masih sebagai novis di rumah Novisiat Wairklau.

Romo John yang baru saja menyelesaikan studi dan tahbisan imamatnya memperoleh penugasan sebagai Romo Socius Magister di Wairklau. Waktu itu ia bersama teman seangkatannya alm. Romo Sixtus Bhari, O.Carm. Keduanya hadir dalam cita rasa baru dalam hidup persaudaraan. Orang Flores yang lama studi di Malang lalu berbicara dengan dialek Jawa. Lho dan enggak sedikit kental, kadang-kadang kami tertawa oleh karena logat mereka. 

Ia mengajar tentang Spiritualitas hidup membiara, tentang nabi Elia. Hal yang cukup kuat dikenang adalah bahwa beliau senang berdiskusi. Seorang teman kami biasanya sudah menyiapkan ayat-ayat Kitab Suci secara khusus untuk berdebat dengannya.

Romo John punya kebiasaan merokok setelah sarapan pagi berdiri di depan kantor dan menarik sebatang rokok. Terasa sekali kenangan itu kuat membekas. Ia merokok tetapi juga menyapa kami yang sedang berada di dekatnya. Ia juga merangkap tugas untuk menangani kebun Karmel di Munde yang sekarang sudah menjadi wilayah Paroki. 

Perintis tempat itu saya kira Romo John dan Novis dua pada masa itu. Biasanya mereka pergi dalam rangka kegiatan Novisiat live in di Munde. Live in jangka panjang yang dilakukan atas dasar pola pendampingan mengenal karya-karya ordo di masa depan. Terima kasih Romo John, misi pertamamu sekarang ini sudah menjadi kenyataan yang hidup dan berbuah.

Ketika menjalani Novis tahun kedua, Romo John ditugaskan studi di Jerman. Ia tinggal di biara Mainz. Penugasannya dengan tujuan untuk studi lanjut Psikologi Pastoral. Tahun 2008, ia kembali dan menjadi dosen Psikologi Pastoral di STFK Ledalero. Saat itu saya baru saja ditahbiskan menjadi imam.

Video Kenangan Romo Johanes Don Bosco Djawa bersama MKIF, Jerman


Tidak menduga bahwa sang guruku itu akhirnya menjadi teman kerja. Pada tahun 2010 kami sama-sama bertugas di Wairklau sebagai formator rumah studi Filsafat di Maumere, Flores. Romo John waktu itu menjabat sebagai Prior atau pimpinan rumah. Bagaimanapun sama-sama imam, saya tetap menghormatinya sebagai senior yang pernah menjadi formator saya pada tahun 1999-2000.

Kami berjuang bersama dalam visi yang sama menuju Komisariat Karmel Indonesia yang mandiri. Kemandirian yang kami hayati mulai dari komunitas masing-masing. Saya masih ingat perjuangan beliau dan karya-karyanya masih juga ada sampai sekarang ini.

Pada tahun 2010, Romo John pernah dikunjungi oleh satu keluarga dari Jerman, yaitu Bu Christin Meffert dan Michael meffert, bersama putri mereka Melani. Waktu itu Romo John mengajak saya dan Romo Mento untuk makan malam bersama di Pelabuhan Maumere. Kami makan malam tanpa banyak berkata-kata karena tidak tahu berbicara bahasa Jerman, tapi Romo John begitu bahagia bercerita dalam bahasa Jerman.

Selanjutnya beliau pernah menjadi penasihat Dewan Komisariat Karmel Indonesia Timur pada tahun 2010-2012.  Pada tahun itulah kami pernah pergi bersama-sama ke Munde. Waktu itu bersama Komisaris Karmel Indonesia Timur, Romo Jenti, om Lambert (sopir Komisariat), Romo John dan saya. Setiba di Boawae, Romo John menawarkan diri supaya mengganti mobil. Hal ini karena mobil Avanza tentu sangat sulit bisa sampai ke Munde. Jalan berbatu-batu dan ada tanjakan yang sangat mengerikan.

Oleh karena itu, kami menggunakan mobil Hartop dari keluarganya yang ada di Boawae. Ia mengambil alih sebagai sopir koboi pada saat itu. Dengan mengenakan topi koboi  disertai gaya khasnya menjadikan perjalanan kami dari Boawae ke Mbai begitu seru dan penuh tertawa.

Kata-kata khasnya, “Lepeee, injak, babat." Belum lagi guyonan dari Tuang  Jenti: “Eh Jony Handel.” Suasana riuh ramai begitu terasa saat tanjakan sebelum memasuki kampung Munde. Sebelum dua meter melampaui tanjakan terakhir, mobil itu tiba-tiba mati mesinnya dan mobil itu berjalan mundur. Saya masih ingat waktu itu, saya teriak dengan sangat keras, “Rem koo” Saya tidak tahu bahwa mobil menggunakan bahan bakar Solar, dengan konsekuensi bahwa pada saat mesinnya mati, rem juga tidak berfungsi lagi.

Malam itu hampir pukul 21.00 waktu Indonesia tengah. Tiba-tiba mobil itu berhenti sendiri oleh karena tersandung sebuah batu pada ban belakangnya. Padahal jarak dari tebing terjal cuma lagi 30 cm. Hidup kami sudah kritis di malam gelap waktu itu.  Tapi, Romo John tetap saja tertawa gembira dan happy happy saja.

Romo John pribadi yang tidak pernah kenal lelah dan mengeluh. Apa saja yang ditawarkan kepadanya akan dikatakan siap handel. Keceriaan dan gelak tawa selalu menjadi tanda dari kehadirannya.

Pada tahun 2018 Romo John mulai bergulat dengan kenyataan sakit. Ia menderita gagal ginjal. Untuk tujuan supaya bertahan hidup, mau tidak mau ia harus menjalani proses cuci darah dua kali selama seminggu.

Pada awal tahun 2019 sempat ada diskusi terkait dengan rencana mencarikan ginjal di Jerman atau mau diberangkatkan ke Jerman. Namun,  sayang sekali hal seperti itu tidak selalu mudah, terkait proses urusan asuransi kesehatan bagi yang sudah sakit. Ya, urusan itu ternyata sangat sulit. 

Dengan kekuatan iman, harapan dan cinta yang diungkapkan melalui hidup persaudaraan bersama saudara-saudara sekomunitas, ia mengalami hidup bahagia di saat-saat akhir hidupnya di Malang.

Beberapa waktu lalu tentu merupakan kabar yang menggembirakan bahwa beliau pernah ambil bagian dalam retret Ordo Karmel Indonesia. Bahkan terakhir ia hadir juga sebagai delegatus terpilih sebagai peserta Kapitel Ordo Karmel Indonesia di Sumatera tahun 2022.

Pada tanggal 8 Februari 2022, saya mendapat kiriman Video bersama seorang teman angkatan saya. Tampak Romo John sedang makan dengan happynya. Dan dengan sengaja mau mengirimkan video kepada saya.

Pada hari Selasa, 1 Maret 2022 jam 08.38 melalui pesan SMS Romo Provinsial, Romo Hariawan mengirimkan pesan bahwa Romo John sedang dirawat di RSPN Malang. Selanjutnya pada pukul 18.16 waktu Jerman, saya menerima SMS bahwa Romo John telah meninggal dunia di Malang pada pukul 00.00 (12 malam) waktu Indonesia.

Jenazah Romo John akan dimakamkan di pemakaman Kristen Sukun, Malang. Misa requiem akan dilaksanakan pada Rabu sore yang akan disiarkan secara online. Berikut ini kata-kata doa dan ucapan yang sangat berkesan tentang Romo John Djawa, O.Carm:

Oo doa rote jao. Molo go beka Dewa bhai bheka. Ngawu surga da maku nga dhu dhengo dongo pau maki kau. Djawa, kau raka go padha maki kami masa ngia Dewa awa tanga dala. Molo..., laa si nono zala, page si nono wesa ghera ngia Ema da benu beka. Rm. Zakharias Dhena, O.Carm

“Selama di  Jerman, Romo John setiap kali memberikan seminar selalu diisi dengan selingan berupa tarian poco-poco (Oma Tuti, MKIF) 

“Unser herzlichstes Beileid für den Verlust Pater JOHN O.Carm. _ *R  I  P   Pater JOHN O.Carm.*_Kita berharap agar arwah Beliau mengalami kebangkitan bersama Tuhan Jesus - dikuduskan dan diberikan istirahat kekal dalam kerajaan Bapa. “ (Bu Elly dan Frederik, MKIF Jerman). 

“Beliau yang berkati rumah kami,...Rencana Tuhan kadang berbeda dengan rencana kita, (Hoke, MKIF, Jerman) 

Kami kaget sekali mendengar berita duka ini. Kami turut berduka cita atas meninggalnya Romo John, (Bu Christin dan Michael, MKIF-Jerman). 

Masih ada banyak sekali ucapan turut berduka cita atas kepergian Romo John Djawa, O.Carm yang belum dimuat dalam tulisan ini.

Demikian beberapa catatan kecil dari saya murid, adik dan saudaramu, yang pernah lama hidup bersama dan mendengar cerita tentangmu di Jerman. 

Banyak orang mengagumi keceriaan, kedisiplinan dan ketegasanmu. Pengagum-pengagum kotbah tanpa teks dalam bahasa Jerman, tetap saja mengenangmu sampai sekarang ini. Kae yang baik, selamat jalan. Tentu masih ada banyak sekali hal yang bisa ditulis tentangmu. Ceritamu tidak akan hilang, karena kami mengenal keceriaan, keberanian, kedisiplinan dan kemauan baikmu untuk kemajuan bersama ordo Karmel.

Ada pesan yang ditinggal kepada kami secara diam-diam dalam tulisan kecil pada whatsapp pribadimu:

  Nosce te ipsum | Kenali dirimu sendiri!



Kami mendoakanmu, Romo John sudah di puncak Ketinggian, Auf Wiedersehen. 

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.