Suara Keheningan | Inosensius I. Sigaze
"Pohon Sukun bukan cuma punya sejarah terkait Pancasila, padanya ada cerita tentang petani desa yang mengharapkan panen berlimpah dan cerita tentang anak-anak sekolah yang jauh dari kekinian."
Artikel aslinya bisa baca di sini: Mengenal Pohon dan Buah Sukun di Flores Halaman 1 - Kompasiana.com
Pohon sukun siapa sih yang tidak kenal? Namun, jangan salah ya, sukun di daerah Flores itu berbeda dengan sukun yang umumnya dikenal seperti di Jawa atau di daerah-daerah lainnya. Pada gambar di atas itu juga sukun, namun di Flores atau khususnya di Ende dikenal dengan nama Krara atau sejenis sukun yang berbeda dengan sukun yang disebut dengan nama Tere dalam bahasa Ende.
Rupanya sukun adalah jenis pohon berbuah yang tumbuh di Indonesia dengan aneka jenisnya. Di Flores umumnya orang mengenal pohon sukun sangat besar dan tinggi. Pohon bisa punya diameter 100-200 cm atau bahkan ada yang lebih besar lagi.
Di hutan pedalaman Kabupaten Ende misalnya pohon sukun tumbuh liar di hutan dengan ketinggian mencapai 30 meter. Tentu berbeda dengan jenis sukun yang biasa ditanam di kebun pribadi umumnya. Pohon sukun punya banyak kegunaan dan ceritanya. Nah, apa saja kegunaannya?
1. Buah dan biji sukun enak dimakan
Tampak seperti pada gambar di atas adalah biji sukun. Biji sukun sangat enak dimakan khususnya setelah digoreng dengan menggunakan bahan aluminium atau juga jenis periuk tanah. Biji sukun terasa manis dan enak sekali kalau dimakan, apalagi setelah digoreng dan dimakan pada saat masih panas.
Keuntungannya adalah orang tidak perlu menggoreng biji sukun dengan menggunakan minyak. Ya, nggak harus mikir minyak goreng mahal.Sederhana sekali, orang hanya butuh suhu panas saja dan dalam beberapa menit saja sudah matang dan boleh dimakan.
Biji Sukun yang sudah digoreng | Dokumentasi pribadi oleh: Vita Jo
Saya masih ingat ketika bencana alam melanda Flores tahun 1988, di pasar ditemukan banyak sekali biji sukun yang dijual. Biji sukun telah menjadi ekonomi pilihan di saat sulit. Bahkan penjual-penjual itu sudah memanjakan pembelinya, biji sukun sudah dikupas bersih, kemudian dibungkus dalam plastik, ya mirip seperti biji kacang goreng, namun rasanya lebih enak biji sukun.
Oleh karena cita rasa enak, manis dan mudah mengolahnya, maka tidak jarang anak-anak sekolah seusai sekolah target utama mereka adalah mencari biji sukun. Indahnya bahwa setelah digoreng, anak-anak sekolah duduk bersama dengan orangtua mereka makan sambil berebutan memecahkan biji sukun.
Biji sukun punya cangkang yang sangat tipis kira-kira 0,5 mm, namun ketika digoreng, maka cangkang itu menjadi mengeras dan orang harus menggunakan kuku untuk membukanya. Ada pula cara sederhana yang disebut dengan nama gura tere atau cara mengupas dengan menggiling biji sukun yang sudah digoreng dengan bahan yang lebih keras.
Setiap kali makan buah Nus di Jerman, yang mana cara memecahkannya dengan alat khusus, saya selalu ingat kembali masa kecil saat berjuang membuka cangkang biji sukun dengan menggunakan kuku. Andaikan sukun itu ada di Jerman, pasti mereka sudah menciptakan alat kupasnya.Nikmatnya makan biji sukun itu saat duduk bersama di rumah atau bersama teman-teman sekolah.
Ya, itu sebuah kenangan indah yang tidak bisa dipisahkan dari cerita makan biji sukun. Biji sukun dalam bahasa Ende disebut "esa tere."Orang-orang tua dulu sering ngeledek anak-anak mereka dengan ucapan seperti: Kai ata ka Tere, uzu ngeze atau siapa yang makan biji sukun, maka kepalanya akan ada lekukan.
Itu trik orangtua, agar anak-anak mereka tidak boleh makan terlalu banyak biji sukun, supaya mereka punya kebagian yang lebih banyak. Ada-ada saja orang tua dulu. Buah sukun termasuk jenis buah yang juga enak dimakan, ya mirip seperti buah Nangka.
Cuma buah sukun jauh lebih kecil dan lebih ringan. Namun, struktur pada bagian dalamnya tampak sangat mirip. Bahkan aromanya juga mirip, terasa harum mewangi.Umumnya buah sukun enak dimakan kalau buahnya dibakar dulu. Saya pernah menikmati betapa enaknya buah sukun yang dibakar kemudian dimakan sambil mengumpulkan biji-bijinya untuk diproses selanjutnya.
2. Batang pohon sukun sebagai papan dinding rumah
Selain buah sukun yang enak dimakan oleh penduduk Flores, sebagian orang di sana juga menggunakan pohon sukun untuk beberapa keperluan hidup mereka. Batang kayu sukun bisa menjadi bahan untuk papan cor bangunan, atau bahkan papan untuk dinding rumah kayu.
Ternyata tidak hanya itu, dalam konsep penduduk asli yang masih sangat kuat dipengaruhi tradisi mereka, sering diceritakan pula bahwa kulit pohon sukun bisa menjadi bahan untuk dinding rumah yang sangat kuat. Kulit pohon sukun yang masih muda dikuliti, kemudian direntang hingga lurus dan dijemur hingga sungguh-sungguh kering.
Orang-orang tua dulu punya cerita bahwa pondok-pondok orang dulu lebih sering menggunakan dinding kulit pohon Sukun. Kata mereka, kulit pohon sukun itu anti peluru. Entah benar apa tidak, saya tidak bisa membuktikan tentang hal itu.
Namun, hal yang pasti bahwa ketika kulit pohon sukun itu benar-benar kering, dipotong dengan parang yang tajam pun seperti cuma terluka sedikit. Bahkan jenis senjata tradisional seperti panah dan sumpit pun tidak bisa menembus kulit pohon sukun.
Oleh perkembangan dan kemajuan saat ini, orang tidak lagi menggunakan lapisan kulit pohon sukun itu sebagai bahan dinding rumah mereka. Padahal dari dinding kulit pohon sukun, orang bisa mengukir gambar tertentu dengan lebih mudah, bahkan kulit pohon sukun sudah pasti tahan ngengat.
3. Kulit pohon sukun sebagai bahan pengikat
Selain kulit pohon sukun yang dipakai untuk dinding rumah, masyarakat asli di sana menggunakan juga kulit batang muda pohon sukun yang masih kecil itu sebagai bahan tali anyam. Caranya sederhana, setelah dikuliti, orang mesti merendamkannya di air sampai benar-benar terasa lunak.
Dari kulit pohon sukun muda itulah, orang membuat kreasi tali anyaman untuk gantang pikulan mereka. Bertahun-tahun lho tahan lama. Sebetulnya orang tidak perlu membeli tali Nilon, jika masih cukup rajin membuat tali dari bahan kulit pohon sukun.
Umumnya ibu-ibu suka menganyam tali dari kulit sukun dengan bentuk anyaman silang tiga. Ya, pokoknya ada nilai seninya juga yang bisa di kreasi dari bahan kulit pohon sukun itu.
4. Daun sukun sebagai payung bagi anak-anak sekolah
Cerita ini adalah cerita kekunoan Flores di tahun 1980-1990 yang tidak pernah ditemukan dalam cerita kekinian. Saya adalah juga saksi kekunoan itu. Pada tahun 1980-an sewaktu masa-masa Sekolah Dasar, saya tidak pernah menemukan satu orang pun yang menggunakan payung yang dibeli dari pasar.
Musim hujan tidak akan bisa mengurung niat untuk meraih ilmu. Kami harus tetap pergi ke sekolah meski hujan deras. Nah, payung kami adalah daun-daun sukun (wunu tere). Daun sukun itu sendiri lumayan besar bisa sampai setengah meter panjangnya dengan diameter kira-kira 40-50 cm.
Ya, ukuran payung kecil pelindung kepala sudah bisa sangat nyaman. Daun sukun paling sering digunakan anak-anak sekolah pada masa itu. Hujan lebat bagaimana pun, tidak bisa menembus daun sukun, oleh karena daun sukun punya ketebalan kira-kira 3 mm.
Saya masih ingat bahwa ibarat payung kuning kemerah-merahan berjejer pada jalan berliku menuju ke Sekolah atau kembali dari sekolah dengan berjalan kaki 7 km menggunakan payung alam kami "daun sukun." Daun sukun sudah menjadi daun kenangan, yang bagi saya layak ditulis untuk mengatakan kepada generasi sekarang ini, bahwa perubahan dan kemajuan ini telah membawa kita jauh dari masa lalu yang begitu dekat dan akrab dengan alam sekitarnya.
Saya tidak yakin bahwa generasi milenial ini punya kenangan tentang kekunoan yang menciptakan tegangan kontras dengan kekinian. Dari kesadaran itulah, saya bersyukur bahwa saya diberi waktu untuk mengalami masa dulu dan masa sekarang yang sungguh berbeda.
Oleh karena itu, tanpa disadari bahwa pada masa itu, daun sukun punya peran tak terkatakan dalam mendukung proses pendidikan anak-anak desa. Tanpa daun sukun itu, bisa saja saya tidak sampai di Jerman dan mengenal nama Regenschirm.
Cerita dan perjuangan anak-anak Desa untuk menikmati pendidikan memang tidak bisa pisah dari hubungan yang erat dengan alam dan lingkungan hidup mereka sendiri. Orang-orang tua di kampungku sering mengatakan ini: "Wunu tere tau rumu uzu, moo mae petu" atau daun sukun untuk menutup kepalamu, supaya kamu tidak sakit."
Tampak begitu sederhana ucapan itu, namun sebenarnya di sana ada hubungan antara fungsi pelindung, keselamatan, kesehatan dan juga untuk tujuan mulia pendidikan.
Pohon sukun dan kabar gembira untuk para petani desa
Setiap tahun para petani mengamati baik-buruknya musim berkebun itu salah satunya dengan mengamati pohon sukun. Jika pohon Susun berbuah banyak, maka kemungkinan besar panen akan berlimpah. Aneh bukan? Apa hubungannya?
Pohon sukun adalah juga pohon pembela para petani. Umumnya pada saat pohon sukun berbuah lebat, maka kemungkinanan binatang hutan sedikit sekali untuk merusakan kebun para petani. Pohon sukun adalah pasokan makanan alam bagi binatang hutan dan satwa liar di sana.
Tentu berbeda, ketika pohon sukun tidak banyak berbuah, maka risiko besar bagi para petani akan diserang hama binatang-binatang liar. Oleh karena fenomena seperti itu, maka pohon sukun adalah juga pohon kesayangan para petani desa di sana.
Tanpa secara langsung, pohon sukun melalui buahnya telah mengalihkan perhatian dan sasaran binatang hutan. Ya, suatu hubungan timbal balik yang berjalan secara natural dan indah antara alam dan manusia.
Pohon sukun itu pendukung kehidupan Luwak dan Kelelawar
Pada pohon sukun ditemukan ada aneka cerita. Tidak hanya pohon pembela kehidupan para petani, tetapi juga pohon sukun adalah pohon penopang kehidupan marga Luwak. Luwak adalah jenis binatang malam yang memakan tidak hanya kopi, tetapi juga buah dan biji sukun.
Sayangnya bahwa biji sukun yang dimakan Luwak belum bisa terkenal seperti kopi Luwak yang saat ini menempati posisi termahal di pasar Eropa. Gimana caranya ya, agar biji sukun juga bisa dijual mahal kayak kopi Luwak?
Kalau ada nama kopi Luwak, mengapa nggak ada juga sukun Luwak?Cerita ini telah menyadarkan saya bahwa betapa kayanya negeriku Indonesia. Negeri yang dari rahimnya tidak pernah selesai ditulis. Di sana bagaikan sebuah arsip tua yang belum dibongkar untuk dibaca, dianalisis dan ditulis. Ya, sebuah arsip titipan karya Pencipta bagi bangsa Indonesia.
Demikian ulasan dan cerita tentang ragam kegunaan pohon sukun di Flores. Pohon kenangan yang tidak hanya bisa dikenang, tetapi juga bisa dilestarikan karena masih tersimpan potensi untuk peluang usaha dan aneka ragam kegunaan praktis bagi para petani di Flores.
Tidak hanya untuk dimakan buahnya, tetapi berguna juga secara praktis untuk anak-anak sekolah, ya, daun sebagai pelindung di musim hujan. Tak terhitung binatang-binatang liar dan satwa lainnya yang masih bergantung pada pohon sukun. Pohon multi fungsi yang belum banyak diketahui dan diberdayakan dalam fungsi-fungsi yang kekinian.
Salam berbagi, ino, 4.12.2022.