2 min dibaca
Ia Bisa Berbicara Lagi
Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm

Pada Minggu, 13 November 2022 saya merayakan Ekaristi di Kapel Santo Yosef di Mainz, Jerman untuk kesekian kalinya. Namun, hari itu terasa berbeda. Biasanya warga rumah jompo yang hadir antara 15-25 orang, tetapi entah kenapa hari itu yang ada Cuma 12 orang. 

Baca juga artikel ini: Situs Kampung Tua Nua Mbari dengan Gagasan Pentagram, Misteri Perempuan Embe Zero dan Gugusan Air Terjun Tiwu Awu Halaman 1 - Kompasiana.com 

Saya sudah menyiap teks lagu sebanyak 22 lembar.Saya mempersiapkan semuanya sejak jam 9.30 pagi sebelum Ekaristi dimulai pada jam 10.00 pagi. Namun, hari itu sedikit agak terlambat karena saya menjemput seorang pria yang tidak bisa berjalan sendiri di lantai satu. Hari itu Ekaristi dimulai jam 10.05 dan selesai pada jam 10.40 menit.

Hari itu hari yang menyenangkan karena seorang pemusik juga hadir. Dia bermain orgel sangat bagus dan indah. Tentu saja lebih mudah bagi saya, daripada harus sendirian bernyanyi tanpa musik. Hari itu saya juga mempersiapkan di depan Altar ukup.  

Saya pikir alangkah bagusnya juga untuk mengubah suasana ruangan yang tertutup dengan sedikit ada aroma yang enak dicium.Ekaristi berjalan dengan baik dan semua bisa mengikuti dengan tenang, bahkan semua yang hadir menerima komuni kudus. Wow hari itu untuk pertama kalinya semua yang hadir menerima komuni kudus. 

Saya memperhatikan hal itu, karena dari pengunjung yang datang tidak semua mau menerima komuni dengan macam-macam alasan. Tentu saja karena mereka sudah pikun karena penyakit tertentu dan lain sebagainya.Saya masih ingat baik sekali bahwa ada satu pasangan suami istri yang setia hadir dalam perayaan Ekaristi di situ. 

Sang suami mendorong kursi roda istrinya yang sakit. Saya mengenal keduanya sejak setahun lalu. Sejak pertama saya mengenal mereka, saya hanya bisa berbicara dengan suaminya. Istrinya karena sakit, ia tidak pernah berbicara. Bahkan satu kata pun, saya belum pernah dengar. 

Cukup sering saya bertanya dan mengajaknya berbicara, tapi tidak ada kata darinya.Hari itu mengejutkan saya, karena dua alasan: pertama, ia menerima komuni yang saya berikan kepada suaminya dan suaminya memberikan komuni itu kepadanya. Mulanya ia tidak mau, tetapi suaminya berusaha menunjukkannya dekat dengan mulutnya, sekejap ia membuka mulut dan memakan komuni kudus dengan tenang. Saya memberi sekali lagi satu komuni untuk suaminya. 

Baca juga Artikel ini: Going to Periphery, Dilema antara Winter dan Tunawisma Halaman 1 - Kompasiana.com 

Terlihat hati sang suami sangat senang. Ia senang karena istrinya hari itu bisa menerima komuni yang dipercaya sebagai Tubuh Kristus. Kedua, setelah selesai Ekaristi, saya menyalami semua yang hadir dalam Ekaristi, namun hari itu saya hanya bisa mengalami beberapa orang, karena dikejutkan oleh pengalaman ini. Sang istri yang sakit itu didorong oleh suaminya. Mereka ingin pulang kembali ke kamarnya. Saat itu, saya berusaha menyalaminya dan mengucapkan sekali lagi selamat hari minggu. 

Sangat mengejutkan, karena pada saat itu, dia bisa memegang tangan saya dan spontan berkata, „Selamat hari Minggu.“ Lalu ia tersenyum. Suaminya lalu menatap saya dengan penuh haru. „Oh ia berbicara, terima kasih ya ,“ katanya. Saya kembali ke biara dengan penuh syukur dan ada suatu kegembiraan dalam hati yang luar biasa.

Hari itu saya merefleksikan sekali lagi dan saya hanya bisa percaya bahwa kuasa Tuhan melalui Ekaristi kudus bisa mengubah dan menyembuhkan manusia. Ekaristi benar-benar saya rasakan sebagai perayaan iman yang menyembuhkan orang-orang percaya.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.