4 min dibaca
Ada 3 Dampak Jasa Kerja Joki bagi Kualitas Pendidikan
Suara Keheningan | RP. Inosensius I. Sigaze, O.Carm

Penolong yang baik, yang berkualitas dan berintegritas mestinya tidak hanya berhenti pada perolehan jasa, tetapi lebih dari itu harus mengarah ke bimbingan untuk kreativitas berpikir dan kemandirian cara berpikir mahasiswa yang membutuhkan bantuan| Ino Sigaze.

Baca tulisan aslinya di sini: Ada 3 Dampak Jasa Kerja Joki bagi Kualitas Pendidikan Halaman all - Kompasiana.com 

Litani pengangguran anak bangsa ini masih saja berlanjut. Sebagian orang menuduh bahwa sebab dari pengangguran itu adalah karena ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah tenaga kerja.

Baca juga: Alternatif Perspektif serta Harapan untuk Erick Thohir dan PSSI Halaman all - Kompasiana.com 

Di sisi lain, tak pernah diselidiki tentang mengapa lulusan sarjana yang pada akhirnya mendekap sebagai pengangguran di desa-desa. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang sedikit akhirnya selalu menjadi kambing hitam.

Padahal kenyataan yang belum banyak dibuka ke publik adalah bahwa sebagian mahasiswa menggunakan jasa Joki untuk kelancaran tugas-tugas, bahkan tulisan ilmiah sebagai bukti dari kesarjanaan mereka.

Baca juga: Childfree di Tengah Perbedaan Cara Berpikir Masyarakat Modern dan Tradisional Halaman all - Kompasiana.com 

Joki membutuhkan uang, demikian juga mahasiswa-mahasiswi kita membutuhkan ijazah bukti kelulusan mereka.

Ijazah bagi mereka adalah bukti pencapaian yang paling mengagumkan dan bisa dibanggakan. 

Cukup sering saya mendengar fenomena Joki dan hubungan timbal balik dengan mahasiswa yang membutuhkan jasa mereka di Indonesia. Ada banyak orang cerdas yang akhirnya bekerja sebagai Joki.

Tanpa disadari pekerjaan dan jasa Joki sebenarnya punya dampak besar sekali bagi kualitas manusia di republik ini. Ada 3 dampak dari hubungan timbal balik antara Joki dan mahasiswa:

1. Banyak lulusan sarjana yang tidak punya bobot kualitas akademik yang baik

Kualitas akademik dari para mahasiswa yang memakai jasa Joki tentu saja sangat berbeda dengan sebagian mahasiswa yang benar-benar mandiri dan berjuang dengan kreativitasnya sendiri.

Perbedaan itu bisa dilihat di masyarakat, lulusan sarjana tapi tidak bisa berbuat apa-apa di masyarakat. Mereka tidak bisa berbicara secara meyakinkan masyarakat oleh bekal ilmu yang mereka pelajari.

Artinya, mereka tidak meraih ilmu, tetapi cuma meraih bukti kelulusan yang dihasilkan dari beli jasa Joki. Tentu saja fenomena itu sangat disayangkan.

2. Kebanggaan semua orangtua

Banyak orangtua sederhana atau yang dengan latar belakang petani begitu mudahnya percaya pada segala yang diinformasikan oleh anak-anak mereka yang kuliah di tempat yang jauh.

Para orangtua itu berjuang tanpa mengeluh hari demi hari hanya supaya bisa membiayai kuliah anak-anak mereka. Bukan hanya biaya kuliah, tetapi biaya hidup dan lain sebagainya.

Harapan dan penantian panjang orangtua mereka adalah pada suatu saat bisa berpose bersama anak mereka yang telah meraih gelar sarjana.

Orangtua begitu percaya bahwa anak mereka sungguh bekerja keras di kota sampai diwisuda dan bisa meraih ijazah sarjana. Orangtua siapa yang tidak berbangga kalau hidup mereka susah-susah, tapi anak mereka memperoleh gelar sarjana.

Cuma satu hal yang orangtua mereka tidak tahu dan anak-anak mereka tidak memberitahu kepada orangtua mereka adalah bahwa kelulusan mereka itu bukan dari hasil kerja mereka sendiri, tetapi hasil dari bayar jasa Joki.

Joki seakan menjadi penyelamat mahasiswa untuk menghibur orang tua mereka. Tapi, apakah hiburan itu akan benar berbuah di masyarakat?

Cukup banyak yang sarjana itu akhirnya menjadi penganggur atau setinggi-tingginya menjadi tukang ojek. Mau apalagi, daripada tidak punya pekerjaan apa-apa, ya mendingan bisa mendapatkan uang seadanya. 

Menjadi tukang ojek, kan sebenarnya gak perlu sarjana. Ya, banyak juga para sarjana yang ikut bekerja sebagai buruh proyek di desa-desa. Masihkah kita terus berbangga dengan hasil kerja Joki?

3. Generasi hasil kerja Joki itu akan menjadi penganggur yang tidak kreatif

Dari sudut pandang orang tua seperti di Flores misalnya, mereka paling mengharapkan anak-anak mereka setelah tamat kuliah, bisa hidup mandiri. Apapun pekerjaan mereka yang penting halal dan bisa kreatif untuk hidupnya dan akan jauh lebih baik lagi, kalau bisa membantu orangtua mereka.

Sayangnya bahwa mimpi orangtua seperti itu sering menuai kekecewaan. Hal yang terjadi di masyarakat adalah bahwa selama kuliah dibiayai orang tua, lalu setelah tamat dari kuliah juga masih bergantung pada orang tua.

Apa yang bisa diharapkan dari generasi yang punya hubungan timbal balik dengan Joki?

Sebenarnya jika para Joki itu punya sikap batin yang baik, maka melalui merekalah peran pendampingan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah itu bisa dilakukan.

Persoalan sekarang tentu saja, status Joki itu ilegal dan pemerintah tidak pernah mengakui legalitas Joki, meskipun peran mereka sangat besar menolong para mahasiswa supaya menyelesaikan kuliah.

Menolong tanpa melibatkan para mahasiswa itu sendiri sebenarnya tidak menolong mahasiswa untuk menjadi kreatif berpikir. Pertanyaannya, mungkinkah jasa Joki itu perlu diakui dan diatur dalam kerangka pendampingan menulis karya ilmiah dengan melibatkan proses-proses penting seperti layaknya seorang dosen pembimbing?

Apakah Joki yang selama ini aktif menerima jasa mereka dari mahasiswa mau masuk ke dalam sistem itu? 

Tentu saja berat bagi Joki, lebih mudah bagi para Joki tentu saja adalah mereka mengerjakan sendiri dan memberikan pekerjaan yang sudah jadi kepada mahasiswa.Cuma hal yang perlu menjadi bahan refleksi para Joki kita tentu saja soal tanggung jawab moral untuk mendukung pendidikan anak bangsa ini.

Mendukung proses pendidikan anak bangsa ini tidak berarti sama dengan menolong mahasiswa tanpa mereka sendiri terlibat berpikir.

Atau menulis sebuah karya ilmiah dari hasil pikiran dan telaah pustaka oleh Joki dan memberikannya kepada mahasiswa untuk belajar dan mempertanggungjawabkan seakan-akan itu karya ilmiah pribadi mahasiswa bersangkutan.

Jasa Joki memang punya sisi ganda

Pertama, di satu sisi menolong mahasiswa supaya tidak mengecewakan orang tua mereka. Namun, pada sisi yang lain, hasil kerja mereka tidak punya kualitas yang berasal dari isi otak dan kreativitas mereka sendiri.

Kedua, apa artinya jasa Joki yang menolong? Itu harus dipertanyakan, jasa yang menolong, tapi sekaligus membunuh daya inovatif dan kreativitas mahasiswa. Kalau memang dampaknya buruk seperti itu, maka sebenarnya pemerintah perlu buka mata untuk melihat kenyataan itu dan mencari solusi yang tepat supaya kualitas pendidikan itu tidak dibohongi oleh kerakusan para Joki, yang semata-mata hanya mengejar uang, tanpa mempertimbangkan dampak bagi mahasiswa itu sendiri dan masa depannya.

Ya, Joki dalam tindakannya, sebenarnya telah membiarkan mahasiswa itu nyaman dengan ketidaksanggupannya yang sebenarnya masih punya peluang, jika ada motivasi untuk berjuang sendiri.

Objektivitas dalam proses pendidikan itu memang sulit, tetapi melaluinya orang dibentuk untuk menjadi kreatif, inovatif dan mempunyai kemandirian cara berpikir.

Salam berbagi, ino, 15.02.2023.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.