3 min dibaca
3 Alasan Pentingnya PR dan Proses Kontinuitas Belajar
Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm

Tidak ada yang sia-sia dari pengalaman mengerjakan PR, justru keuntungannya pernah saya peroleh dan saya merasakannya hingga sekarang.

Artikel aslinya baca di sini: 3 Alasan Pentingnya PR dan Proses Kontinuitas Belajar Halaman 1 - Kompasiana.com 

Pekerjaan rumah (PR) telah setua usia kemerdekaan bangsa Indonesia berlaku di Indonesia. Di Eropa sistem pekerjaan rumah bisa saja setua usia bangsa itu mengenal kata pendidikan. Pendidikan formal di mana saja di seluruh dunia ini pasti mengenal pekerjaan rumah (PR). Dulu saya pikir pekerjaan rumah itu hanya ada di Indonesia. 

Memang ada rasa tidak suka dengan pekerjaan rumah. Namun, pada saat itu semua siswa dan mahasiswa/i tidak ada pilihan lain. Pekerjaan rumah pada masa itu dilihat sangat positif. Bahkan ketika tiba di Jerman, saya mengenal kata lain untuk pekerjaan rumah ada juga di sini, ya Hausaufgaben. Setiap setelah pelajaran selalu saja ada pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah itu tidak lain merupakan suatu pekerjaan yang hendaknya dilakukan di rumah. 

Sebuah latihan pribadi yang dilakukan umumnya di luar konteks sekolah formal. Memang belum banyak orang bertanya, mengapa perlu Hausaufgaben? Bisa saja masing-masing orang punya jawaban sendiri. Nah, oleh karena itu, dalam tulisan ini, saya ingin memberikan alasan, mengapa pekerjaan rumah itu sangat penting dari pengalaman pribadi. Ada beberapa alasan yang bisa saya angkat kembali saat ini:

1. Belajar itu adalah suatu proses berlanjut

Setelah meraih Sarjana dan sejenak menarik nafas untuk melihat kembali ke belakang, saya menyadari bahwa pendidikan dan sistem pendidikan di Indonesia telah mengarahkan anak didik kepada suatu kebiasaan (habitus) yang berlanjut (Kontinuität). Saya semakin mengerti betapa pentingnya pekerjaan rumah itu ketika saya mengenal kata studi dari kata aslinya dalam bahasa Latin, studere yang berarti ich bemühe mich um etwas atau saya berjuang sungguh-sungguh untuk meraih sesuatu. 

Baca juga Artikel ini: Ada 5 Prinsip di Tengah Kerumunan dan Basis Kata Hati Halaman 1 - Kompasiana.com 

Dalam pengertian seperti itu, sebenarnya belajar itu tidak hanya di sekolah, tetapi juga harusnya berlanjut di rumah. Rumah umumnya dikenal sebagai tempat pertama berlangsungnya proses pendidikan nonformal. Dalam arti seperti itu, pekerjaan rumah bisa menjadi afirmasi dari pemahaman tentang pendidikan nonformal. Tanpa pekerjaan rumah tentu saja bisa berarti telah mengurangi kemungkinan berlangsung pendidikan nonformal di rumah.

2. Pekerjaan rumah itu sebagai kesempatan bagi anak didik masuk ke dalam proses integrasi pemahaman yang benar

Pekerjaan rumah memang tidak disukai oleh kebanyakan siswa, hal itu bukan karena pekerjaan rumah itu tidak baik, tetapi lebih karena tekanan ingin bebas di rumah dari prinsip Kontinuität dalam belajar. Ya, antara kebebasan di satu sisi dan tuntutan keberlanjutan belajar pada sisi yang lain perlu dicermati secara lebih kritis. 

Kebebasan belajar memang perlu dihargai, namun tidak berarti orang bebas dari tanggung jawab dalam mengasah diri secara terus-menerus. Saya coba membayangkan arti dari tanpa pekerjaan rumah sama dengan di rumah dia tidak punya pekerjaan. Orang yang tidak punya pekerjaan sama dengan penganggur. Kalau demikian, maka tanpa PR dalam arti tertentu, sebenarnya kebijakan itu membuka peluang baru kepada pengangguran. 

Mungkin berlebihan, tetapi bisa saja melalui kebijakan tanpa PR itu, anak didik akhirnya terbiasa dengan hidup tanpa punya pekerjaan. Pendidikan sebenarnya adalah proses revolusi mental. Apa yang bisa dicapai kalau anak didik tidak terbiasa dengan pekerjaan di rumah? 

Dari analisis seperti ini, saya berani berpandangan bahwa kualitas mental anak didik yang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah mereka di rumah itu sangat berbeda dengan anak yang tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah. Saya masih ingat pengalaman pribadi waktu SMA dulu. Melalui PR itu saya punya kesempatan untuk berpikir secara mandiri, bahkan saya bisa menemukan rumus matematika sendiri yang cepat dan benar dari segi hasilnya. 

3. Pekerjaan Rumah itu adalah basis yang mendukung kreativitas berpikir anak didik

Dalam bahasa Jerman dikenal peribahasa ini, "Übung macht den Meister" Atau latihan (pekerjaan rumah) yang menjadikan orang sang maestro yang sempurna. Nah, jika tanpa PR, maka apa yang bisa dibayangkan? Keahlian, kelihaian cara berpikir seseorang tidak akan terasah dengan baik, tanpa ada pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Tanpa PR, anak didik hanya bisa "membeo"  Anak didik tidak punya peluang untuk melihat kemungkinan lain, selain dari pernyataan-pernyataan yang ada di sekolah. 

Dari kebiasan seperti itu, bisa disinyalir bahwa anak didik akan mengalami banyak shock, ketika berhadapan dengan sebuah percakapan langsung dan atau punya kendala dalam berpikir mandiri. PR semestinya merupakan saat yang baik bagi anak didik untuk lebih baik menyiapkan diri mereka sebelum masuk ke dalam konteks pendidikan formal di sekolah. Dulu saya begitu senang mengikuti pelajaran Matematika hanya karena saya telah mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Artinya, melalui pekerjaan rumah itu, saya menjadi lebih siap untuk mengikuti pelajaran di sekolah. 

Dari pengalaman itu, saya tidak pernah menyesal. Buah dari kesiapan belajar itu saya nikmati melalui hasil dan prestasi yang baik, hingga membawa saya kepada status siswa yang pantas memperoleh beasiswa. Tentu beda zaman, beda istilah dan beda rasa. 

Dulu yang namanya beasiswa itu benar-benar karena prestasi akademik, sekarang beasiswa juga disebutkan untuk siswa yang hanya menerima sumbangan pendidikan karena orangtua tidak mampu dan alasan-alasan lainnya. Karena itu, saya berani mengatakan bahwa bahwa pekerjaan rumah itulah yang membawa saya menjadi siswa yang berprestasi pada masa itu, hingga saya tamat dengan membawa uang beasiswa sebesar 750 ribu. 

Baca juga artikel ini: Der Sammler, Sepatu Hitam di Atas Tong Sampah Halaman 1 - Kompasiana.com 

Betapa berartinya uang itu di tahun krisis 1998. Bahagia tidak terkatakan. Apa rahasianya? Sebenarnya cuma karena saya rajin belajar sendiri, rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Dari situ saya menjadi siswa yang lebih siap mengikuti ujian dan perlombaan lainnya. 

Pada prinsipnya, saya tidak pernah menyesal mengerjakan pekerjaan rumah. Penyesalanku sekarang adalah jika siswa-siswi saat ini tidak lagi mengenal pekerjaan rumah. 

Mari pikirkan lagi dengan baik. Generasi yang berada pada posisi terpenting di negara saat ini, adalah mereka yang pernah hidup dalam iklim pekerjaan rumah. Nah, apa jadinya generasi selanjutnya yang tidak mengenal pekerjaan rumah? Harap saja bukan generasi penganggur yang dihasilkan nantinya.  

Salam berbagi, ino. 27.10.202

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.