2 min dibaca
11 May
11May

Suara Keheningan | Yancen Wullo

Mencium tangan dan mendapat  tanda salib pada dahi adalah sebuah kebiasaan masa kecilku ketika hendak bepergian dan kembali dari sebuah perjalanan. Entah  dalam jarak yang dekat maupun jauh, kebiasan ini menjadi rutinitas wajib.  

Seorang anak wajib mencium tangan kedua orang tuanya dan tanpa dimintapun orang tua secara otomatis memberi tanda salib pada dahi anaknya. Jika tidak atau belum melakukannya maka akan terasa  belum lengkap. Ini bukan sekedar moment wajib, namun mengandung makna penghormatan dan nilai spiritual bagi setiap orang yang mengalaminya.

Orang tua memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai penghormatan dan spiritual bagi anaknya. Entah apapun cara dan model pengajarannya, kedua nila ini  mempengaruhi karakter hidup seorang anak di kemudian hari. 

Orang tua meyakini ini, sehingga sejak diri pengajaran akan nilai penghormatan dan nilai keagamaan menjadi sebuah kebutuhan dasar dalam keluarga. Sejak  bagun tidur anak didampingi untuk berdoa dan mengucapkan salam bagi orang tua. 

Setiap kegiatan apapun dimulai serta diakhiri dengan doa. Kebiasan sederhana, bukan berarti disepelekan. Jika dilakukan maka melekat dalam hati serta bermakna dalam hidup.Budaya juga mengajarkan hal yang sama. Sekalipun budaya lahir jauh lebih dahulu, namun nilai spiritualitas agama tetap menjadi nilai yang diperhitungkan. 

Selain sebagai makhluk berbudaya, manusia juga disebut sebagai makhluk spiritual. Cara-cara sederhana yang diajarkan justru menjadikan manusia bijak, berbudaya, beragama serta bertanggung jawab akan apa yang dijalaninya. Kenapa harus mencium tangan? 

Kebiasan mencium tangan merupakan sebuah budaya penghormatan seorang anak kepada orang tuanya. Selain mengandung nilai kesopanan, mencium tangan adalah bentuk ungkapan kasih sayang seorang anak terhadap orang tuanya. 

Cara itu bisa membantu anak mengerti,  bahwa sejak dini anak harus tahu bahwa orang tua patut dihormati dan mendapat perlakuan yang istimewa, tanpa harus dijelaskan. Cara yang sederhana mengungkapkan makna yang mendalam. 

Dengan demikian kemanapun seorang anak pergi ia merasakan kelekatan hubungan mendalam dengan orang tuanya. Ia selalu merasa bahwa di mana dan kapanpun rasa kekeluargan menjadi hal yang tidak mudah dilupakan atau tergantikan oleh apapun.

Kebiasaan ini membuat seorang anak terus menjadikan keluarga sebagai harta berharga. Ajaran baik inilah yang dijadikan sebuah gaya hidup dan tak mudah dilupakan begitu saja.Kebiasan mencium tangan kini harus berhenti sejenak, saat dunia mengalami pandemic Covid 19. 

Kebiasan ini berhenti namun cara dan kreativitas orang tua juga mengalami perkembangan. Mengatupkan tangan sambil menunduk, adalah juga cara sederhana yang dilestarikan. Cara kreatif dituntut agar nilai penghormatan terhadap orang tua dan nilai spiritualitas jangan sampai hilang dan dirasa tidak begitu penting lagi. 

Dunia berkembang, tidak berarti kebiasan baik hilang oleh perkembangan. Membiasakan yang baik adalah cara tepat untuk menanamkan nilai pendidikan dasar bagi seorang anak. Tak sekedar mencium tangan, seorang anak menunggu kapan dibuatkan tanda salib pada dahinya. 

Dengan cara ini anak tidak saja diajarkan pentingnya sebuah penghormatan dan rasa kasih sayang, namun juga mereka tahu bahwa peran orang tua untuk mendoakannya, dan menyakinkankan bahwa Tuhan senantiasa menyertai mereka kemanapun mereka pergi dan berada. 

Mereka percaya bahwa doa yang keluar dari mulut orang tua, ataupun salib yang diberikan dari tangan orang tua, adalah bukti bahwa restu dan doa adalah sebuah kekuatan hidup bagi seorang anak. Salib tanda keselamatan, orangtua bertanggungjawab menyelamatkan anaknya dengan cara ini.

Tak pernah bertanya kenapa kebiasan ini dipertahankan. Namun seorang anak bisa mengertinya kemudian kelak. Restu orang tua dan perlindungan Tuhan adalah makna dibalik sebuah kesuksesan hidup.

Cara-cara serta kebiasaan lama untuk mengajarkan nilai penghormatan terhadap orang tua, dan penghayatan nilai spiritualitas hidup, menjadikan seseorang bertumbuh dan berakar pada kebaikan. Jika demikian maka sejak dini hidup seorang diatur pada cara yang benar, sehingga tidak ada alasan apapun untuk menghilangkan makna dari cara dan kebiasaan yang baik. 

Lestarikan, biasakanlah hal baik sejak dini agar pada waktunya kamu menuai kelimpahan dari apa yang diajarkan.Hilangkan prinsip, “Itu hal sederhana, tanpa diajarkan pun anak tahu”. 

Jauh lebih terhormat jika mengajarkan, daripada merasa bersalah pada waktu di kemudian hari.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.