1 min dibaca
22 Mar
22Mar
Suara Keheningan | RP. Abertus Herwanta, O.Carm

Manusia itu makhluk terbatas. Usianya rata-rata di bawah seratus tahun. Namun dalam hal-hal tertentu manusia itu tampaknya tidak terbatas.

Bukankah manusia dianugerahi kesempatan masuk ke dalam hidup abadi? Menarik, untuk bisa menikmatinya manusia dituntut memanfaatkan potensi dirinya yang tak terbatas pula.

Dua potensi itu, misalnya, kemampuan mengasihi dan mengampuni. Manusia bisa mengasihi dan mengampuni tanpa batas (Mat 18: 22). Tentu saja, kalau dia bersedia. Faktanya, banyak yang mencari alasan untuk tidak melakukannya.

Petrus hanya menyebut jumlah tujuh kali untuk mengampuni (Mat 18: 21). Walau itu indikasi angka sempurna, tetap tidak cukup (Mat 18: 22). Hamba yang hutangnya amat banyak dan telah dihapus oleh sang raja malah menjebloskan temannya ke dalam penjara sampai saat ia dapat melunasi hutangnya (Mat 18: 30).

Baik Petrus maupun hamba jahat itu telah membatasi diri sedemikian hingga tidak punya lagi ruang untuk mengampuni.

Menanggapi situasi demikian Sang Guru menegaskan bahwa orang mesti mengampuni tanpa batas. Referensi yang digunakan-Nya ialah Tuhan Allah, Sang Pengampun tak berbatas.

"Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (Mat 18: 32-33).

Dalam mengasihi dan mengampuni, manusia tidak mungkin hanya menggunakan diri sebagai ukuran. Mengapa? Sebab dirinya terbatas dalam mengenal diri dan memahami sesamanya. Maka, manusia mesti tiada henti memohon rahmat dari Tuhan. Dalam kasih dan pengampunan Dia itu sumber tak berbatas.

Selasa, 22 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.