1 min dibaca
20 Apr
20Apr
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Berbicara itu lebih daripada mengeluarkan bunyi. Banyak mulut hewan mengeluarkan bunyi. Burung berkicau, misalnya. Tetapi dia tidak berbicara.

Manusia berbicara, bukan hanya membuka mulut dan bersuara, melainkan karena dia itu makhluk berbudaya. Waktu kecil manusia diajar atau dilatih berbicara. Yang ketika kecil dibiasakan berbicara secara baik, benar, dan sopan akan menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Sebaliknya, yang dibiarkan berbicara semaunya, apalagi bicara kotor, bakal menjadi manusia tanpa aturan.

Kemampuan berbicara tampak juga saat seseorang berbicara dengan dirinya sendiri. Itu bukan gila. Plato berkata, ”When the mind is thinking, it is talking with itself”.*) Kemampuan berdialog dengan diri sendiri menegaskan bahwa orang mempunyai tingkat refleksi yang tinggi. Semakin sering berwawancara dengan dirinya sendiri, semakin tinggi tingkat pengenalan dirinya.

Berbicara juga bermakna sosial. Ketika seseorang bercakap-cakap secara akrab dengan sahabat, tercipta relasi sosial yang kental. Dalam dunia digital-virtual hal ini menjadi tantangan fundamental. Pasalnya, komunikasi langsung dan personal sudah mulai ditinggal.

Apakah dalam keluarga, suami-isteri masih berbicara akrab dari hati ke hati? Apakah anak-anak bebas mengutarakan kesulitan hidup mereka kepada orangtua? Atau setiap orang asyik dengan "gadget"-nya sendiri?

Ternyata, berbicara itu mengindikasikan kematangan rohani. Ketika orang secara rohani merdeka, dia tidak khawatir akan apa yang mesti dikatakan dalam situasi yang sulit, terdesak, dan tak terduga. Orang berani berbicara tentang kebenaran, kata-kata dan tindakannya muncul dari pusat pribadi dirinya, yakni dari Roh Allah yang membuatnya bebas berbicara dan bertindak lewat pribadinya.

"Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu!” (Matius 10:19-20).

Setiap hari aku berbicara. Apakah aku semakin akrab dan mencintai diri lewat wawancara dengan diriku? Apakah percakapanku dengan sesama membangun relasi sosial yang konstruktif dan positif? Sejauh mana perkataan sehari-hariku membuatku makin peka akan Roh Allah yang bersemayam di dalam jiwaku?

Salam dan Tuhan berkati.
SOHK, Kamis 20 April, 2023AlherwantaRenalam 110/23
*) Saat pikiran berpikir, dia sedang berbicara dengan dirinya sendiri.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.