1 min dibaca
23 Mar
23Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Betapa pentingnya bangsa Israel mendengarkan peraturan dan hukum Tuhan yang Musa ajarkan kepada mereka (Ul 4: 1. 5-9). Itulah yang menentukan hidup mati mereka. Juga jaminan bahwa mereka akan sampai di tanah yang Tuhan janjikan kepada mereka.

Tatkala sudah hidup di Tanah Terjanjipun mereka masih perlu menaati hukum itu. Ketaatan itu membuat bangsa-bangsa mengagumi mereka sebagai bangsa yang bijaksana (wise) dan cerdas (intelligent). Hukum sejati itu buah kebijaksanaan.

Masyarakat yang sadar dan taat hukum biasanya jauh lebih tertata, maju dan kehidupan sosialnya aman, damai dan sejahtera. Sebaliknya, masyarakat yang hidup sesuka hati dan tidak peduli hukum memiliki kualitas sosial yang miskin dan dangkal. Kacau!

Perang adalah contoh konkret hidup tanpa hukum. Pembunuhan dianggap sah dan martabat hidup manusia tidak dihargai.

Hukum yang baik tidak ditegakkan atau dipaksakan dari pihak luar (eksternal) seperti oleh polisi atau alat hukum lainnya. Tetapi hukum yang secara matang tertanam dalam hati warga; menjadi kebiasaan hidup yang sudah terinternalisasi. Ditaati, walau tidak ada polisi.

Peraturan dan hukum bukan hanya untuk mengatur tata sosial, tetapi tata moral. Lebih jauh lagi, hukum itu ikut menciptakan perilaku spiritual. Hidup rohani yang matang membentuk relasi dengan Allah dan sesama yang berbobot dan berkualitas tinggi.

Hukum itu amat penting. Karena itu, Sang Guru Kehidupan bersabda, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Mat 5: 17). Apa maksudnya?

Di dalam Dia semua hukum terpenuhi dan terangkum, karena hukum tertinggi ialah Tuhan. Dialah wujud nyata kehadiran Tuhan di dunia. Maka, mereka yang percaya dan meneladan Dia sepenuhnya tentu menjadi manusia mulia; sadar dan taat hukum.

Rabu, 23 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.