1 min dibaca
05 Mar
05Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Bahwa semua orang itu berdosa adalah fakta. Walau faktanya sama, sikap orang terhadapnya berbeda-beda. Sejumlah orang dengan rendah hati mengakuinya. Sedang yang lain dengan sombong menyangkalnya. Benar nggak?

Apapun sikap manusia, Tuhan mempunyai satu cara tegas dalam menghadapinya. Dia menghendaki semua manusia itu bertobat dan selamat.

Kitab nabi Yehezkiel menegaskan kehendak Allah itu. "Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup" (Yeh 33: 11). Itu sumpah-Nya demi Diri-Nya sendiri.

Apakah itu berarti orang bisa berlaku sesuka hati, tanpa membenahi diri? Tentu tidak.
"Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari" (Yes 58: 9-10).

Orang dituntut meninggalkan kebiasaan tidak adil, yakni menunjuk kesalahan orang lain dan memfitnah. Orang Farisi yang keberatan berkumpul dengan pemungut cukai sering menunjuk-nunjuk orang lain seperti Lewi, pemungut cukai itu sebagai pendosa (Luk 5: 30).

Mendengar itu Sang Guru Kehidupan bersabda, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Luk 5: 31-32).

Sang Guru itu wujud nyata rencana Allah yang mengasihi dan menyelamatkan umat manusia. Dia tidak membuang orang berdosa yang bertobat, tetapi membuatnya selamat. Bagi pendosapun tersedia kemungkinan selamat. Amat penting, pesan ini bagi pendosa.

Sabtu, 5 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.