1 min dibaca
14 Mar
14Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Tuhan berfirman, "Jadilah sempurna seperti Bapamu yang di sorga sempurna." (Mat 5: 48). Dia juga berfirman, "Hendaklah kamu murah hati seperti Bapa-mu murah hati." (Luk 6: 36).

Dua firman itu secara umum menegaskan panggilan hidup manusia, yaitu menjadi sempurna seperti Tuhan. Menjadikan Tuhan sebagai tujuan dan sekaligus pedoman hidupnya.

Sang Guru Kehidupan mengkritik kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menggunakan posisi mereka sebagai alat untuk mendapat penghormatan dari manusia. "Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Mat 6: 6-7). Menjadikan diri mereka pusat.

Kritik itu disampaikan terutama untuk tokoh agama Yahudi. Namun bisa diterapkan bagi para pemimpin lain seperti uskup, imam, manager, kepala kantor, pejabat publik, kepala sekolah; dan bahkan orangtua.

Tuhan mengajarkan, "Janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias." (Mat 23: 8-10).

Semua orang itu saudara. Pemimpin menduduki posisi bukan untuk meninggikan diri atau menjadikan dirinya pusat, tetapi untuk memberdayakan (empowering) dan memampukan (enabling) mereka yang dipimpinnya.

Tuhan mengajarkan pedoman bagi para pemimpin. "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23: 11-12).

Ternyata, memimpin dengan semangat melayani itu menjadi jalan untuk tumbuh mendekati sempurna. Itulah pedoman yang benar bagi para pemimpin sejati.
Selasa, 15 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.