1 min dibaca
26 Nov
26Nov

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Manusia itu istimewa dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain. Bukan hanya karena diciptakan secitra dengan Allah, tetapi manusia itu diberi akal budi. Inilah yang membuat manusia hampir menyerupai Allah. Bisa menciptakan.

Berkat akal budinya pula manusia itu bisa berpikir dan bernalar. Saking hebatnya nalar manusia, dia bisa menciptakan "artificial intelligence" (AI); sejenis nalar buatan. Di sana pelbagai teknologi digabung sehingga membuat suatu mesin yang dapat merasa, memahami, bertindak, dan belajar dengan taraf inteligensi manusia. Hebat!

Sayangnya, di abad komputer ini malah banyak orang kehilangan nalar. Mereka tidak menggunakan akal budi dan daya ciptanya untuk berlogika, tetapi mengandalkan "copy and paste" (CP) dalam pekerjaan mereka.

Dalam satu ujian akhir semester (UAS), ada sekelompok mahasiswa yang menjawab soal ujian dengan CP itu. Jawabannya persis sama, termasuk titik dan koma beserta huruf besar kecilnya. Tentu, itu bukan hasil nalar mereka. Semacam membodohi diri atau membuat diri bodoh.

Pada hari guru nasional (HGN) ini orang patut bersyukur atas para guru yang menjadi cahaya dalam kegelapan bagi para muridnya. Mereka inilah yang membuka akal budi sehingga para muridnya mampu bernalar. Berkat itu mereka bisa mengatasi pelbagai masalah dan tantangan hidup.

Namun, ada satu catatan memprihatinkan, yakni fakta bahwa ada sebagian guru yang kehilangan nalarnya. Intoleransi guru, salah satu contohnya. Ada guru dan kepala sekolah yang melarang murid yang berbeda keyakinan menjadi ketua OSIS. Apa hubungan antara agama dan kemampuan berorganisasi? Bakat berorganisasi tidak diperoleh dengan menganut agama tertentu. Orang dipilih sebagai ketua organisasi bukan karena agama. Itu nalarnya.

Ada pula guru yang karena menganut agama dan aliran poltik tertentu melarang para muridnya bergaul dengan mereka yang berbeda keyakinan dan orientasi politiknya. Ini juga melawan nalar. Bila para guru seperti itu dibiarkan menyebarkan pengaruhnya, bisa diduga bahwa di masa depan banyak generasi muda akan kehilangan nalarnya.

Sementara penduduk dunia bergerak maju mengandalkan nalar dan AI, orang menyaksikan di Indonesia ada yang mengurung diri karena agama. Manusia masih memerlukan agama. Tetapi yang mencerahkan dan membuka cakrawala pengharapan; bukan pemasung dan perampas nalar.

Salam dan Tuhan memberkati.
SOHK, Jumat 25 November 2022AlherwantaRenalam ke-232

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.